Jumat, 23 Desember 2011

BUDIDAYA RUMPUT RAJA/KING GRASS.

OLEH AHMAD MUJAHIDIN E1E108010 PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan pakan hijauan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam usaha peternakan ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau dan domba). Adapun macam pakan hijauan unggul yang ada diantaranya terdiri dari bangsa rerumputan unggul dan kacang-kacangan (legume). Dintara bangsa rerumputan yang paling tinggi produksinya adalah rumput Raja/King Grass. Sebagai pengantar salah satu elemen terpenting dalam bisnis usaha penggemukan dan pembibitan ternak (baik, sapi , kambing , maupun domba) adalah tersedianya hijauan makanan ternak, meskipun pada sapi potong ini tidak mutlak. akan tetapi dari beberapa penelitian menjelaskan bahwa sapi-sapi yang hanya diberi jerami saja selama 5 bulan akan menimbulkan kebutaan pada sapi. Oleh karena itu peran hijauan sangat penting dalam menunjang kebutuhan nutrisi dan pro vitamin A yang tidak terdapat pada jerami kering lebih-lebih sapi perah. Kebutuhan ternak sapi akan hujauan segar menurut perkiraan kasar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor. Apabila berat seekor sapi perah 600 kg, maka kebutuhan hijauan per hari adalah 60 kg, jadi kebutuhan akan hijauan per tahun 365 x 80 kg = 21,9 ton. Berdasarkan perhitungan tersebut berarti rumput Raja dapat menampung 49 ekor sapi perah/ha/tahun secara potong angkut. King grass mempunyai keunggulan dibandingkan dengan rumput gajah, antara lain tumbuh lebih cepat memiliki tunas yang lebih banyak, produksi lebih tinggi dan memiliki batang yang kadar serat lebih rendah sehingga dapat dipotong pada tingkat pertumbuhan yang lebih menggunakan potongan batang (stek) atau sobekan rumput. Rumput Raja merupakan tanaman yang cukup baik untuk kebutuhan hijauan pakan ternak, baik dilihat dari tingkat pertumbuhan, produktivitas hasil panen maupun nutrisi (terutama kandungan serat) yang terkandung di dalamnya. Lain daripada itu, selain sebagai hijauan segar, surplus produksi rumput Raja juga dapat digunakan sebagai cadangan pakan dalam bentuk kering (hays) ataupun fermentasi dengan metoda silase setelah terlebih dahulu dicacah. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah agar lebih memahami cara pemilihan lokasi, pentahapan kerja, kebutuhan bibit rumput, perawatan rumput Raja, dan pemotongan (defoliasi) rumput Raja. TINJAUAN PUSTAKA Rumput raja adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang merupakan hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah) dengan pennisetum tydoides, rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi dibandingkan rumput lainnya (Anonim, 2010). Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) atau "King Grass" merupakan jenis rumput unggul, mudah ditanam dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan potensi produksi yang tinggi. Tidak semua bahan hijauan dapat dimakan oleh ternak kecil. Umur hijauan pada saat dipangkas mempengaruhi kadar protein, daya cerna dan jumlah yang dikonsumsi oleh ternak. Komposisi zat hara rumput Raja tidak banyak berbeda dibandingkan dengan rumput Gajah. Tetapi karena produksi bahan hijauan maupun bahan keringnya tinggi, maka produksi zat-zat makanan per satuan luas menjadi lebih tinggi. Pada lahan kritis, usaha ternak dengan tanaman industri dan atau buah-buahan tampaknya lebih menjanjikan keberhasilan. Tanaman pangan hanya ditanam pada masa awal saja, atau dengan porsi kecil bila petani merasa perlu untuk menjamin keamanan pangannya. Dengan penataan tanaman pakan dan tanaman tahunan yang serasi, laju erosi dapat dikendalikan (Agus, Ramada. 2008). Rumput Raja hibrida atau King grass (Pennisetum purpuroides) adalah hasil hibridisasi yang merupakan hibrid inter spesifik. Rumput Raja mempunyai karakteristik tumbuh tegak berumpun-rumpun, ketinggian dapat mencapai kurang lebih 4 m, batang tebal dan keras, daun lebar agak tegak, dan ada bulu agak panjang pada daun helaian dekat liguna. Permukaan daun luas dan tidak berbunga kecuali jika di tanam di daerah yang dingin. Rumput Raja dapat di tanam di daerah yang subur di dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan curah hujan tahunan lebih dari 1.000 mm (Septiana, 2010). Menurut Reksohadiprodjo (1984), rumput raja mempunyai sistematika sebagai berikut : a. Phyllum :Spermatophyta. b. Sub Phyllum :Angiospermae. c. Classis :Monocotyledoneae. d. Ordo :Glumiflora. e. Familia :Gramineae. f. Sub Familia :Panicurdeae. g. Genus :Pennisetum. h. Species :Pennisetum hibrida/Pennisetum purporoides. Produksi hijauan rumput Raja dua kali lipat dari produksi rumput Gajah, yaitu dapat mencapai 40 ton rumput segar/hektar sekali panen atau setara 200-250 ton rumput segar/hektar/tahun. Mutu hijauan rumput raja lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput gajah Hawai ataupun rumput Afrika. (Agus, Ramada. 2008). Batang dan daunnya berukuran paling besar dibandingkan dengan rumput lainnya, oleh karena itu disebut sebagai King Grass. Rumput Raja memiliki batang yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak berwarna hijau muda. Produktivitas Rumput Raja jauh lebih tinggi dari rumput-rumput unggulan lainnya, serta mempunyai kandungan zat makanan yang cukup bergizi. Menurut hasil penelitian, didapat data sebagai berikut : 1. Produksi hijauan segar: 1076 Ton/ha/tahun 2. Produksi bahan kering : 110 Ton/ha/tahun 3. Prosentase perbandingan batang dan daun pada hijauan segar = 48 : 52 4. Prosentase perbandingan batang dan daun pada bahan kering = 32 : 68 (Wibisono, Abrianto Wahyu. 2010). Sedangkan kandungan zat makanan yang ada dalam rumput Raja adalah : 1. Protein kasar = 13,5% 2. Lemak = 3,5 % 3. NDF = 59,7% 4. Abu = 18,6% 5. Ca = 0,37% 6. P = 0,35%. (Wibisono, Abrianto Wahyu. 2010). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput Raja (Pennisetum purpureophoides), dan pupuk. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah lahan, cangkul, dan parang. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin-Sabtu, tanggal 20 April 2010-12 Juni 2010 pada pukul 16.25-18.05 WITA. Bertempat di Lahan Praktikum Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Prosedur kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan lokasi untuk menanam rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) dan melakukan pemilihan bibit 2. Melakukan pengolahan lahan (pembersihan lahan, pencangkulan, penggemburan, dan penanaman). 3. Melakukan perawatan rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) meliputi pemupukan dan pengairan. 4. Melakukan pemotongan (defoliasi) rumput Raja (Pennisetum purpureo-phoides). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut: Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) atau King Grass Pembahasan Penanaman rumput King grass (Pennisetum purpuroides) pada praktikum yang kami laksanakan dilakukan dengan metoda perbanyakan vegetatif. Cara yang umum diterapkan adalah dengan stek batang dan memecah anakan. Cara yang pertama memungkinkan perbanyakan dengan lebih cepat, namun agak sedikit lebih lambat pertumbuhannya dibandingan dengan cara anakan atau pols. Cara penanaman yang dilakukan adalah sebagai berikut: A. Pemilihan Lokasi 1. Sumber air, karena air merupakan salah faktor yang sangat vital pada saat masa pertumbuhan Rumput Raja. Suplai air diperlukan bagi daerah yang sering mengalami kemarau. 2. Kesuburan Tanah. Perlu diketahui keadaan tanah untuk diperhitungkan unsur-unsur hara, apa dan berapa banyak yang perlu ditambahkan. Tanah dengan pH diatas 7 sebagai tanah alkalis (basa). Untuk menaikan pH tanah dapat ditambahkan kapur, sedangkan untuk menurunkan pH tanah dapat digunakan pupuk yang mengandung sulfur (ZA). 3. Topografi. Rumput ini mudah ditanam dan dapat tumbuh dari dataran rendah sanpai dataran tinggi. Topografi ini penting dalam perencanaan peggunaan alat mekanisasi (perencanaan pengolahan lahan) dan sistem penanaman rumput. Jika menggunaan traktor pada kemiringan tanah sampai 180 sudah tidak efektif lagi. Disamping itu semakin tinggi derajat kemiringan tanah semakin rendah efisiensi penggunaan pupuk dan membutuhkan upaya keras untuk mempertahankan kelestarian kesuburan tanah. B. Pentahapan Kerja 1. Pemilihan Bibit. Penggunaan bibit yang baik berarti efisiensi waktu, tenaga dan biaya serta jaminan memperoleh pertumbuhan yang baik, apabila faktor-faktor lain tidak menghambat. Stek diperoleh dari potongan batang yang cukup umur dan sehat, minimum terdiri dari 2 mata dan atau panjang 30 cm. Dapat lebih tahan lama disimpan ditempat yang sejuk. Apabila menggunakan rumpun anakan (sobekan akar/pols), pilih yang sudah mempunyai tinggi sekitar 20 – 25 cm. 2. Waktu Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pertumbuhan awal sangat peka terhadap pengaruh luar, terutama keadaan air dan suhu. Pada tanah tanpa irigasi pengolahan tanah dilakukan pada musim hujan. Namun jarak yang terlampau lama antara akhir pengolahan dan penanaman dapat menyebabkan tanah tersebut memadat kembali. 3. Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pengolahan tanah bertujuan untuk mempersiapkan media tumbuh yang optimum bagi suatu tanaman. Adapun urutannya sebagai berikut : a. Pembersihan lahan. Membersihkan lahan terhadap pohon, semak belukar atau tanaman lainnya. b. Pencangkulan/pembajakan. Bertujuan memecah lapisan tanah menjadi bongkahan untuk mempermudah penggemburan selanjutnya. Dengan membalik lapisan tanah tersebut dan membiarkan beberapa saat, diharapkan mineralisasi bahan organik berlangsung lebih cepat karena aktifitas mikro organisme dipergiat, sehingga tanah menjadi masak. Diusahakan kedalaman pencangkulan  40 cm. c. Penggemburan/penggaruan. Tujuan untuk menghancurkan bongkahan besar menjadi struktur yang lemah dan sekaligus membebaskan tanah dari sisa perakaran tumbuh-tumbuhan liar. Pada tanah yang miring, penggemburan dilakukan menurut kontur (contour) tanahnya, hal ini untuk memperkecil kemungkinan erosi. Setelah itu dibiarkan dahulu tanah tersebut  7 hari. d. Pemupukan dasar. Bersamaan dengan penggemburan perlu dilakukan pemupukan dasar (N, P dan K) dengan kebutuhan per hektar 80 kg TSP, 60 kg KCl dan 110 kg urea atau menggunakan 10 ton pupuk kandang/ha, 50 kg kcl dan 50 kg sp36/ha. e. Pembuatan parit/lubang tanaman. Dengan kedalaman 20 cm. Pada tanah dengan kontur miring, tidak perlu diolah, cukup dibuat lubang-lubang menurut kontur tanahnya sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi ganda sebagai penahan erosi. f. Penanaman. Pada daerah tanpa irigasi, penanaman dapat dilakukan setelah hujan pertama. Namun apabila masa istirahat selesai dan tanah sudah basah karena air, tanamkan bibit rumput Raja. Kalau menggunakan stek, penanamannya dengan cara memasukkan  ¾ bagian dari panjang stek dengan kemiringan  300 atau dapat juga ditanam seperti tanaman tebu, yaitu stek dimasukkan kedalam tanah secara terlentang. Sedangkan jika bibitnya memakai pols (sobekan akar), menanamnya seperti menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang 2 stek. Tujuh hari setelah penanaman, alirkan air secukupnya ke lahan tanaman tersebut dan lakukan penyulaman apabila terdapat stek atau pols yang mati. C. Kebutuhan Bibit Rumput. Dianjurkan menggunakan jarak tanam 60 x 100 cm, dengan 2 stek setiap lubangnya. Sehingga perkiraan kebutuhan bibit rumput dalam hampar tanah seluas 1 hektar sebanyak: (10.000m2 /0,60) x 2 stek = 33,332 stek. Apabila rata-rata 1 kg bibit rumput = 15 stek, maka perkiraan kebutuhan bibit rumput untuk 1 ha = 2.222 kg. D. Perawatan Rumput Raja. Perawatan dapat dilakukan dengan pendangiran dan pemupukan 3 - 4 kali pertahunnya atau pendangiran dilakukan setiap kali pemangkasan dan atau tergantung dari kondisi daerah masing-masing. 1. Pemupukan Rumput Raja. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu menggunakan urea dengan dosis 50 kg/ha. Selanjutnya pemupukan dilakukan ± 3-4 kali per tahunnya, dan setelah tiga kali pemotongan dengan dosis yang sama. 2. Pengairan Rumput. Pengairan dilakukan  7 hari setelah dilaksanakannya pemupukan. Dalam pelaksanaan ini harus diperhatikan jangan sampai kedapatan air yang menggenang sebab dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan bahkan kematian tanaman. 3. Pendangiran Rumput. Adapun pendangiran rumput ini dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu: dengan cara membersihkan tanamanan liar, baru kemudian penggemburan tanah disekitarnya atau langsung dilaksanakan penggemburan tanah dengan cara pencangkulan disekitar rumpun rumput dengan membalikkan tanah tersebut. E. Pemotongan (defoliasi) Rumput. Rotasi pemangkasan rumput Raja dapat dilakukan pada umur 45 – 55 hari, namun disarankan pada umur 55 hari. Bertujuan untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarau waktu potong sebaiknya diperpanjang. Tinggi pemotongan 10-15 cm dari permukaan tanah. Hindari pemotongan yang terlalu tinggi karena akan banyak sisa batang yang mengayu (keras). Demikian juga jangan dipotong terlalu pendek, karena akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh. F. Peremajaan Rumput. Peremajaan rumput dapat dilakukan setelah tanaman tersebut mencapai umur 3 – 4 tahun atau setinggi-tingginya 4,5 tahun. Hal ini tergantung situasi dan konsidi daerahnya. Sedangkan pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap, yaitu diantara rumpun lama ditanam stek atau pols baru, setelah tanaman tresebut mulai tumbuh dengan baik, maka rumpun lama dibongkar. Begitu seterusnya sehingga kebutuhan runput potongan tetap tersedia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) atau "King Grass" merupakan jenis rumput unggul, mudah ditanam dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan potensi produksi yang tinggi. 2. Pemilihan lokasi mengenai kesediaan sumber air, kesuburan tanah, dan topografi. 3. Pentahapan kerja meliputi pemilihan bibit, waktu pengolahan tanah dan penanaman, pengolahan tanah dan penanaman (pembersihan lahan, pencangkulan/pembajakan, penggemburan/penggaruan, pemupukan dasar, pembuatan parit/lubang tanaman, dan penanaman). 4. Dianjurkan menggunakan jarak tanam 60 x 100 cm, dengan 2 stek setiap lubangnya, sehingga kebutuhan bibit rumput untuk 1 ha = 2.222 kg. 5. Perawatan rumput Raja terdiri dari: pemupukan rumput Raja, pengairan rumput Raja, dan pendangiran rumput Raja. 6. Pemotongan (defoliasi) dengan rotasi pemangkasan rumput Raja dapat dilakukan pada umur 45 – 55 hari, namun disarankan pada umur 55 hari. 7. Peremajaan rumput dapat dilakukan setelah tanaman tersebut mencapai umur 3 – 4 tahun atau setinggi-tingginya 4,5 tahun. Saran Praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan lebih diawasi dan dibimbing dalam melaksanakan penanaman dan perawatan King Grass (Rumput Raja) sehingga dapat menghasilkan King Grass (Rumput Raja) dengan produktivitas yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Agus, Ramada. 2008. King Grass-Rumput Raja. http://dombagarut.blogspot.com. Diakses pada tanggal 13 Juni 2010. Anonim. 2010. King Grass (Rumput Raja). http://serdangbedagaikab.go.id. Diak-ses pada tanggal 13 Juni 2010. Reksohadiprodjo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Fakultas Peternakan, UGM: Yogyakarta. Septiana. 2010. Rumput Raja/Pennisetum Hibrida. http://septinalove.blogspot.-com. Diakses pada tanggal 13 Juni 2010. Wibisono, Abrianto Wahyu. 2010. Rumput Raja Hijauan Pakan Sapi. Http://du-niasapi.com. Diakses pada tanggal 13 Juni 2010.

SISTEM RESPIRASI, PENCERNAAN, OTOT DAN KERANGKA PADA UNGGAS ( ITIK )

PENDAHULUAN Latar belakang Anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur semua organisme makhluk hidup. Sedangkan histologi berasal dari kata histon, yang artinya kumpulan beberapa sel yang mempunyai satu atau lebih kekhususan fungsi yang membentuk jaringan. Jadi histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jaringan tubuh. Beberapa species hewan adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan untuk makanannya tergantung keseluruhannya dari tumbuh-tumbuhan. Hewan-hewan tersebut dinamakan herbivora. Spesies lain makanannya hampir seluruhnya tergantung dari daging atau hewan lainnya. Spesies itu disebut karnivora. Spesies lainnya lagi memakan kedua-duanya, tumbuh-tumbuhan maupun daging. Ia disebut omnivora. Tanpa memperhatikan kebiasaan makannya, semua hewan tergantung dari tumbuh-tumbuhan (secara langsung atau tidak langsung) untuk sumber makanannya. Lebih daripada itu dapatlah kita katakan bahwa semua kehidupan hewan tergantung secara tidak langsung dari matahari dan makanannya, karena melalui pengaruh sinar matahari dan hijau daun tumbuh-tumbuhan mengubah unsur-unsur dari udara dan tanah ke dalam zat-zat makanan yang nantinya dapat digunakan sebagai makanannya. Jadi dengan tidak adanya energi dari matahari tidak akan ada makanan untuk tumbuh-tumbuhan dan manusia. Hewan tidak menggunakan semua zat-zat makanan tumbuh-tumbuhan bagi berbagai proses tumbuh tepat seperti yang diperolehnya dari tumbuh-tumbuhan. Sebagian besar zat-zat makanan kompleks perlu dirombak (dicerna) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sebelum zat-zat makanan tersebut dapat diserap dan digunakan. Spesies hewan yang berbeda-beda mempunyai saluran pencernaan yang disesuaikan terhadap penggunaan jenis makanan paling efisien yang mereka makan.Jadi herbivora berbeda dengan karnivora dan omnivora dalam anatomi dan fisiologi sistem pencernaan Tujuan praktikum Praktikum Anatomi dan Histologi ini diadakan untuk menunjang mata kuliah Anatomi dan Fisiologi pada ternak Adanya praktikum ini dapat menjadikan mahasiswa mengetahui anatomi dan histologi hewan ternak secara nyata. Kegiatan yang dilakukan dalam praktikum Anatomi dan Histologi ini terdiri dari pengamatan system pencernaan, system respirasi, kerangka dan otot pada itik Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi dapat menjadikan mahasiswa mengetahui dan mengerti bentuk dan struktur semua organisme serta jaringan tubuh. TINJAUAN PUSTAKA Itik memiliki tulang yang kuat dengan susunan partikel yang padat dan timbangan berat yang ringan. Timbangan yang ringan tetapi berat ini memungkinkan bangsa burung memiliki kemampuan untuk terbang atau berenang bagi unggas air. Tulang punggung di daerah leher dan otot dapat digerakkan. Tulang punggung tersebut membentuk suatu susunan kaku yang memberikan kekuatan terhadap tubuh yang cukup kuat untuk menopang gerakan dan aktivitas sayap (Akoso, 1993). Tulang-tulang hampir semua jenis unggas adalah bersifat pneumatik (berongga). Ruang berongga ini berhubungan dengan sistem pernafasan yang memungkinkan seekor burung dengan satu sayap yang patah untuk bernafas melalui sayap. Hal ini merupakan suatu fenomena yang telah diperhatikan sejak lama pada burung-burung yang luka oleh para pemburu. Dua belas persen struktur tulang pada itik adalah tipe tulang meduler yang unik. Ini merupakan suatu jaringan tulang yang kecil sekali yang mengikat struktur berongga bersama-sama dengan sumsum tulang dan bagi unggas liar berguna sebagai suatu substansi untuk pembentukan telur bila kadar kalsium dalam pakannya rendah (Blakely and Bade, 1991). Otot adalah jaringan yang mempunyai struktur dan mempunyai fungsi utama sebagai penggerak. Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya. Karena fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging. Otot-otot yang berasosiasi dengan tulang yaitu otot-otot yang berhubungan dengan tulang, sering disebut otot skeletal (Soeparno, 1994). Jaringan otot itik merupakan satu kesatuan kelompok organ yang bertindak selaku anggota gerak. Ada 3 macam otot dasar, yaitu otot polos, otot jantung, dan otot rangka. Otot polos dijumpai di dalam pembuluh darah, usus, dan organ lain yang tidak berada di bawah perintah otak. Otot rangka melekat pada tulang dan bertanggung jawab terhadap gerak yang berada di bawah perintah seperti otot dada, paha, dan kaki. Otot skeletal adalah yang paling penting bagi ternak unggas meskipun terdapat otot polos pada usus dan otot kardiak pada jantung. Dada merupakan otot skeletal terbesar karena dibutuhkan untuk terbang, misalnya pada bangsa itik liar. Otot ini telah dikembangkan secara genetis oleh para ahli pemuliaan spesies-spesies domestik. Itik memiliki otot merah dan putih, yang dapat disamakan dengan daging gelap dan terang. Perbedaan ini disebabkan kandungan myoglobin pada otot merah. Myoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen pada otot itik (Blakely and Bade, 1991). Saluran pencernaan terbentang dari bibir sampai dengan anus. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, hulu kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar. Panjang dan rumitnya saluran tersebut sangat bervariasi diantara spesies. Pada karnivora relatif pendek dan sederhana akan tetapi pada herbivora adalah lebih panjang dan lebih rumit. Sistem pencernaan unggas berbeda dari sistem pencernaan mammalia dalam hal unggas tidak mempunyai gigi guna memecah makanan secara fisik. Lambung kelenjar pada unggas disebut proventrikulus. Antara proventrikulus dan mulut terdapat suatu pelebaran kerongkongan, disebut tembolok. Makanan disimpan untuk sementara waktu dalam tembolok. Kemudian makanan tersebut dilunakkan sebelumnya menuju ke proventrikulus. Makanan kemudian secara cepat melalui proventrikulus ke ventikulus atau empedal. Fungsi utama empedal adalah untuk menghancurkan dan menggiling makanan kasar. Pekerjaan tersebut dibantu oleh grit yang ditimbun unggas semenjak mulai menetas. Sistem pencernaan adalah penghancuran bahan makanan (mekanis/enzimatis, kimia dan mikrobia) dari bentuk komplek (molekul besar) menjadi sederhana (bahan penyusun) dalam saluran cerna. Tujuan dari pencernaan itu sendiri adalah untuk mengubah bahan komplek menjadi sederhana. Dan kegunaanya adalah unuk mempermudah penyerapan oleh vili usus. METODE PRAKTIKUM Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah peralatan bedah, ember, kawat bendrat, nampan. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah satu ekor itik, larutan formalin dan air bersih Waktu dan Tempat Praktikum Anatomi dan Fisiologi pada ternak kali ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 juni 2009 pada pukul 14.00 – 16.00 WITA, bertempat di Laboraratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. prosedur kerja Potong itik, kemudian tiriskan darahnya kamudian lakukan proses bedah bangkai, dengan pertama-tama menyingkirkan bulu-bulu serta lemak pada itik , kemudian rongga dada itik dibuka dengan membuka irisan dari kloaka ke arah tulang dada untuk melihat otot bagian dalam. Setelah itu otot-otot tersebut digambar. Kemudian otot-otot tersebut dipisahkan dari tempat merekatnya yakni karangka tulang. Kemudian setelah semua rangka bersih, kerangka di jemur sampai kering selama beberapa hari, dan setelah benar-benar kering, kerangka direndam dalam larutan formalin selama seminggu. Setelah satu minggu kerangka di tiriskan dan kemudian di jemur sampai kering dan kemudian dirangkai dengan menggunakan kawat bendrat dan lem dan setelah selesai kerangka difoto . HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Kerangka Itik Kerangka itik yang diamati bagian-bagiannya terdiri dari mandible, incisive, nasal, lacrimal, quadrate, occipital, atlas, epistropheus, humerus, ulna, radius, metacarpus, phalanges, clavicle, coracoid, scapula, sternum, illium, ischium, pubis, pygostyle, femur, patella, fibula, tibia dan metatarsus. Perototan itik Bagian-bagian perototan itik terdiri dari pectoralis superficialis, biceps brachii, extensor dan flexor carpii radialis, biceps femoris, gastrocnemius, tibialis cranialis, tendo-tendo extensor, tendo-tendo flexor, otot-otot cervical, obliqus abdominis externus dan gluteus superficialis Sistem Pencernaan dan Pernapasan ( Respirasi) pada itik Alat-Alat Pencernaan (Apparatis Digestivus) Pada hewan lambung tunggal pencernaannya terdiri dari : mulut (cawar oris), tekak (pharyng), kerongkongan (esofogus), gastrium (lambung), intestinum tenue (usus halus : duodenum, ileum, dan jejenum). Instestinum crasum (usus besar = calon, keaekum, rektum), dan anus. Alat-alat respirasi terdiri atas : hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkhioli. Pembahasan Anatomi Itik Kerangka itik. Itik memiliki banyak macam tulang yang berongga (tulang pneumatik) yang berhubungan dengan sistem pernafasan. Macam-macam tulang pada itik, seperti tengkorak, tulang lengan, tulang selangka, tulang pinggang dan tulang kemudi dengan tulang pernafasan. Kerangka unggas berbeda jauh dengan mamalia. Kerangka burung tidak hanya disesuaikan untuk terbang, tetapi burung dan mamalia memiliki hubungan kekerabatan yang jauh. Tengkorak mempunyai mata orbit yang sangat luas dan sebuah rongga tengkorak yang kecil. Leher yang panjang terdiri dari 14 tulang leher dan tulang atlas yang berbentuk seperti cincin. Enam tulang dada dapat bergerak dengan bebas, tetapi tulang dada yang terakhir disatukan pada synsacrum. Synsacrum adalah penyatuan panjang dari lajur tulang yang terdiri dari 7 tulang dada, 14 tulang lumbosacral, dan tulang tungging pertama. Mereka bebas dan bergerak meskipun tulang yang terakhir dibentuk dalam tiga sisi tulang piramida yang disebut pygostyle. Tulang rusuk ada 7, yang pertama dan kedua bebas sedangkan yang lima menempel pada sternum. Cortal cartilages pada itik tidak ada. Tulang rusuk kedua sampai keenam masing-masing mempunyai sebuah proses palapasan yang saling melengkapi tulang rusuk berikutnya. Tulang dada sangat luas sekali, mempunyai sebuah punggung bukit yang sangat menyolok di tengah. Carina yang meningkat adalah daerah yang ada untuk pelengkap otot terbang. Permukaan belakang tulang dada yang berkembang adalah cekung, dan itu dibentuk oleh dasar tulang dada secara terus-menerus dan rongga perut. Tulang dari seperempat depan adalah perubahan besar untuk membentuk sayap. Daerah humerus adalah perluasan permukaan radius dan ulna. Carpal metacarpal dan jari tangan direduksi membentuk sebuah unit kerangka kaku untuk meninggalkan bulu-bulu terbang primer. Ada 3 jari tangan pada sayap yang setara dengan 2, 3, dan 4 pada hewan lain. Sayap bersambung dengan celah-celah rongga, yang diperkuat oleh persatuan tiga tulang yaitu scapula, coracoid, dan clavicle. Pada burung coracoid adalah sebuah tulang terpisah dimana pada mamalia mempunyai pengurang pada sebuah bagian kecil yang utuh dari scapula. Clavicle kanan dan kiri adalah penyatuan untuk membentuk furcula dan wishbone. Clavicle tidak terdapat pada hewan ternak, biri-biri dan babi meskipun banyak mamalia mempunyai sepasang clavicle. Fungsi clavicle adalah sebagai topangan tulang sendi bahu pada hewan yang mempunyai gerakan lengkap dari tulang sendi bahu (Swatland,1984). Sejak hewan ternak, biri-biri dan babi mempunyai tungkai depan dengan sebuah gerakan depan yang terbatas dan perpindahan bagian belakang, mereka tidak membutuhkan clavicle. Daerah akhir dari coracoid pada unggas ditahan oleh sternum. Tubuh unggas pada saat terbang tergantung dari sayapnya pada tulang sendi bahu, karenanya lebih banyak sandaran rumit untuk rongga celah. Pada unggas, kaki menunjukkan banyak penyesuaian diri. Daerah femur, fibula diturunkan meninggalkan tulang tibia sebagai tulang mayor. Tulang proksimal tarsal disatukan dan berakhir pada tibia untuk menambah panjangnya dan pada sekeliling unit kerangkadisebuttibiatarsus(Swatland,1984). Daerah tulang tarsal digabungkan ke dalam proksimal diakhiri tulang tunggal tarsus metatarsus yang juga termasuk penggabungan metatarsal 2, 3, dan 4. Empat jari tangan membentuk kuku pada burung. Jari pertama langsung ke belakang sedangkan jari 2, 3, dan 4 ke depan. Adaptasi ini memungkinkan burung dapat bertengger. Illium disatukan pada synsacrum, dimana disatukan di tengah. Tulang pubis terpisah dan rancangannya terbalik sebagai tangkai-tangkai tipis. Struktur terbuka dari pelvis memungkinkan perjalanan telur dari rongga perut. Illium, ischium, dan pubis semuanya memperbesar acetabulum tetapi illium membentuk lebih dari setengah persendian dan dasarnya bermembran (Swatland, 1984). Sunsum tulang terdapat dalam tulang kering, tulang paha, tulang pinggul, tulang dada, tulang iga, tulang hasta, tulang belikat, dan kuku. Anak itik sewaktu tumbuh dewasa, yakni sekitar 10 hari menjelang pembentukan telur yang pertama, mulai menampung tulang sunsum. Tulang-tulang ini pada itik liar menghasilkan kalsium yang cukup untuk membentuk kerabang bila kadar kalsium yang dimakan selama bertelurrendah(Akoso,1993). Timbunan kalsium tulang itik betina piaraan hanya dapat mencukupi pembentukan beberapa kerabang telur. Apabila kandungan kalsium rendah, maka setelah itik bertelur kurang lebih 6 butir, akan kehilangan sekitar 40% dari total kalsium tulang (Akoso,1993). Tulang-tulang yang diamati selama praktikum sebagian besar sudah sesuai dengan literatur yang ada meskipun ada beberapa tulang dalam literatur yang tidak diketahui oleh praktikan. Keterbatasan pengenalan tulang yang dilakukan dikarenakan banyaknya macam tulang yang ada sedangkan waktu untuk melakukan praktikum terbatas sehingga hanya tulang yang dianggap penting saja yang diperkenalkan. Selain itu, praktikan diharapkan dapat memperdalam sendiri pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kerangka itik dengan membaca literatur yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kerangka itik terdiri dari mandible, incisive, nasal, lacrimal, quadrate, occipital, atlas, axis, epistropheus, humerus, ulna, radius, metacarpus, phalanges, clavicle, coracoid, scapula, sternum, illium, ischium, pubis, pygostyle, femur, patella, fibula,tibia,tarsusdanmetatarsus. Perototan pada itik terdiri dari pectoralis superficialis, biceps brachii, extensor dan flexor carpii radialis, biceps femoris, gastrocnemius, tibialis cranialis, tendo-tendo extensor, tendo-tendo flexor, otot-otot cervical, obliqus abdominis externusdangluteussuperficialis. Jaringan otot terdiri dari jaringan ikat, endomisium, serabut otot dan epimisium. Jaringan tulang terdiri dari lacuna, intermediate system dan lamela. Jaringan ikat terdiri dari fibroblast, serabut kolagen dan serabut elastin. Jaringan pada sistema digestiva terdiri dari villi/jonjot, sel gobelet, lamina propria, lamina muscularis mucosae, muscullar layer inner dan muscullar layer outer. Jaringan kulit terdiri dari papilla dermal, stratum corneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum germinativum. Sistem sirkulasi berguna : untuk mendistribusikan oksigen, nutrisi, hormon ke jaringan serta tempat mengumpulkan CO2 beserta hasil metabolisme dan membawanya ke organ sekretorik. Pada vertebrata sistem sirkulasi terdiri atas pompa berotot, jantung dan sistem pembuluh darah. Sistem pembuluh darah terdiri atas sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmoner. Darah dipompa oleh jantung masuk kedalam arteri besar, arteri kecil, arteriola, kapiler, venula, vena kecil, vena besar dan kembali ke jantung. Tempat pertukaran antara darah dan udara inspirasi serta antara darah dan jaringan, sebenarnya terjadi antara kapiler dan venula. Sebagian besar jala kapiler dari sistem vaskuler disertai dengan pleksus kapiler yang termasuk ke dalam sistem limphatik, dan berfungsi menampung sisa darah yang tidak dapat diangkut kembali oleh sistem vena. Sistem respirasi merupakan tempat terjadinya pertukaran gas antara darah dan udara. Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu : bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi berperan sebagai pencuci, memanasi atau mendinginkan dan membuat udara lebih lembab, sedangkan bagian konduksi merupakan tabung yang menghubungkan dunia luar dan paru-paru, terdiri atas : hidung, faring, laring, trakea, bronkhi dan bronkhioli. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa ; 1. Kerangka unggas ringan tetapi kuat, sesuai dengan keperluannya untuk terbang dan berjalan. 2. Tengkorak unggas kecil dengan hubungan antartulang yang kuat, berhubungan dengan atlas yaitu tulang pertama columna vertebrae (susunan luas tulang belakang). Tulang-tulang pinggang dan punggung saling berhubungan dengan erat, merupakan tempat melekatnya otot-otot yang digunakan untuk terbang, dan untuk menahan tekanan. Ujung pasterior tulang pubis dan ujung posterior sternum digunakan untuk memperkirakan daya bertelur pada kegiatan culling ayam. 3. Tulang-tulang yang bersifat pneumatik berhubungan dengan sistem pernapasan. Tulang-tulang pneumatik terdapat pada humeras, tulang-tulang kepala klavicula as sternum, vertebrae lumbales dan os sacrum. 4. Unggas mempunyai tulang-tulang meduler yang digunakan untuk menimbun kasium. Tulang-tulang meduler terdapat pada tibia, femur, pubis, tulang-tulang rusuk ulna, tulang-tulang telapak kulit dan scapula. 5. Sistem pencernaan unggas sederhana jika dibandingkan dengan ruminansi dalam arti hanya sedikit tempat tersedia bagi kehidupan mikrorganisme ynag dapat membantu pencernaan makanan. 6. Karena unggas tidak bergigi akan pengunyahan makanan tidak terjadi di mulut. Di tembolok, makanan dilunakkan dan mulai dicerna. Di perut pengunyah, makanan dipecah dan digiling. Makanan terutama dicerna dan diabsorp (diserap) oleh usus halus. 7. Berbeda dengan vertabrata lainnya, unggas memiliki kloaka yaitu ruang pertemuan dari tiga saluran, pencernaan, urinaria dan reproduksi. Saran Dalam melakukan percobaan sebaiknya praktikan dapat mengamati dengan seksama dan teliti akan hasil yang didapat dari percobaan yang telah dilakukan agar memperoleh hasil yang sesuai dan dapat membahas hasil praktikum dengan baik dan benar. DAFTAR PUSTAKA Akoso, Budi Tri. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Abatoir

PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk Indonesia disuatu sisi dan pendapatan perkapita penduduk disisi lain menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan makanan terutama daging yang memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam kebutuhan protein hewani. Konsumsi daging ayam meningkat paling pesat dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ataupun daging babi. Alasan yang menebabkan kebutuhan daging ayam mengalami peningkatan yang cukup pesat adalah sebagai berikut : 1. Daging ayam relatif murah dibandingkan dengan daging lainnya. 2. Daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena sedikit mengandung lemak dan kaya protein bila dibandingkan dengan daging sapi. 3. Tidak ada suatu agama pun yang melarang umatnya untuk mengkonsumsi daging ayam. 4. Daging ayam mempunyai rasa yang dapat diterima semua golongan masyarakat. 5. Daging ayam cukup mudah dilolah menjadi produk olahan yang bernilai tinggi. Di Indonesia banyak produsen daging ayam yang masih menerapkan cara pemotongan ayam secara tradisional dengan tempat pemotongan yang seadanya, sementara perusahaan pemotongan ayam secara modern dengan peralatan yang canggih memerlukan biaya yang sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh para pengusaha pemotongan tradisional atau pengusa kecil. Di Negara Indonesia umumnya beragama Islam maka proses pemotongan ayam harus mengikuti proses tatacara penyembelihan ayam sesuai dengan syari’at Islam sehingga daging-daging yang dihasilkan benar-benar baik dan halal. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri ayam yang sehat, tata cara menyembelih ayam, cara mencabut bulu, memotong kepala, memotong kaki, mengeluarkan isi rongga perut dan dada, tata cara parting, dan standar kualitas karkas ayam. TINJAUAN PUSTAKA Daging ayam merupakan daging yang relative murah dibandingkan dengan daging yang lain (Daging sapi, kerbau dan kambing) sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Daging ayam yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) adalah daging yang diharapkan oleh semua konsumen, karena dari berbagai aspek daging ayam yang ASUH terjamin jika dikonsumsi oleh masyarakat. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Pengertian ASUH adalah: 1. AMAN : Tidak mengandung residu bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau mengganggu kesehatan manusia. 2. SEHAT : Memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. 3. UTUH : Tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian hewan lain. 4. HALAL : Dipotong dan ditangani sesuai dengan Syariat Agama Islam. (Nanda, 2010) Daging konsumsi yang dijual di pasar tradisional maupun di swalayan dapat dikatagorikan dalam dua kelompok. Kelompok pertama, daging dari ternak besar seperti sapi, kerbau, dan kambing, sedangkan kelompok kedua, daging dari ternak kecil yaitu dari jenis unggas, ayam, itik, entog dan lain-lain. Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. (Indonesia Rumah Ternak, 2009) Daging memiliki cita rasa yang enak di lidah pengkonsumsinya, hal ini dikarenakan adanya marbling dalam daging tersebut. Marbling menjadikan daging terasa empuk atau terasa “maknyos” dalam bahasa popular sekarang, karena berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga berpengaruh terhadap sari minyak dan aroma dari pada keempukan daging tersebut. (Indonesia Rumah Ternak, 2009) Pelaku bisnis yang terlibat dalam proses pemotongan ayam hingga perdagangan daging ayam sangat banyak dan beragam tingkat pendidikannya, sehingga penyimpangan dalam penanganan dan perdagangan daging ayam sering ditemui di tempat Pemotongan Ayam (TPA) atau di pasar. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Praktek penyimpangan dalam penanganan karkas ayam mulai dari tempat Pemotongan Ayam ( TPA) sampai ke tempat penjualan telah banyak dijumpai seperti : 1. Penjualan bangkai ayam sebagai ayam potong. 2. Pemakaian formalin sebagai bahan pengawet. 3. Penyuntikan karkas ayam dengan air atau udara. 4. Pemberian warna kuning pada karkas atau daging ayam. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Untuk memilih daging ayam yang baik ada beberapa ciri yang harus diperhatikan. Yaitu daging memiliki warna putih keabuan dan cerah. Warna kulit ayam biasanya putih kekuning-kuningangan dan bersih. Jika disentuh, daging terasa lembab tidak lengket. Serat daging ayam halus, mudah digiling, mudah dicerna, serta memiliki flavor lembut. Aroma daging ayam tidak menyengat, tidak berbau amis dan tidak busuk. (Mahlufi, 2007) Sedangkan untuk mengukur mutunya, daging dapat diketahui dari keempukannya yang dapat dibuktikan dengan sifatnya yang mudah dikunyah. Supaya kualitas daging tetap terjaga, daging disimpan pada suhu rendah yaitu dibawah 2°C. Disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan daging cepat rusak. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme yang terjadi pada saat sebelum penyembelihan, penyembelihan, dan perlakuan yang diberikan kepada ternak setelah pemotongan. Dimana sifat fisikokimia (aktivitas air, pH, zat gizi) daging mudah meningkatkan pertumbuhan mikrobia pembusuk tersebut. (Indonesia Rumah Ternak, 2009) Daging ayam bangkai atau disebut TIREN adalah ayam mati yang dipotong ssehingga selain tidak halal juga berbahaya bagi konsumen karena mengandung penyakit yang dapat menular kepada manusia. Darah merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya kuman/bibit penyakit. Pada ayam yang disembelih darah dikeluarkan sebanyak mungkin, sehingga karkas tidak mudah busuk, sementara pada daging ayam TIREN darah tidak dikeluarkan sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan kuman, dan daging akan cepat busuk. (Dinak, 2009) Daging ayam bangkai atau daging ayam mati dipotong selain tidak halal juga berbahaya bagi konsumen, karena dikawatirkan mengandung penyakit yang dapat menular kepada manusia. Ciri-ciri karkas daging ayam bangkai adalah : 1. Kulit bercak-bercak merah, berdarah pada bagaian kepala dan leher. 2. Bagian dalam karkas berwarna kemerahan 3. Bau anyir 4. Otot dada dan paha agak lembek. 5. Serabut otot berwarna agak kemerah-merahan. 6. Pembuluh darah dileher penuh dengan darah. 7. Bekas tempat pemotongan dileher regangannya kecil dan rata. 8. Semakin lama bercak warna merah berubah menjadi kebiruan. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Daging ayam yang diawetkan dengan formalin dilarang dikonsumsi, karena formalin atau formaldehid adalah sejenis bahan kimia yang dipergunakan untuk mengawetkan jenazah atau bangkai hewan untuk keperluan penelitian atau kebutuhan industri, dan formalin mengandung zat karsinogenik atau dapat memicu terjadinya kanker. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Ciri-ciri daging ayam yang diawetkan dengan formalin adalah: 1. Kulit agak peret. 2. Lalat tidak suka hinggap pada karkas. 3. Bau formalin kadang-kadang dapat tercium dan kadang tidak tercium. 4. Penjualan biasanya dijajakan tanpa menggunakan alat pendingin (es, refrigerator, Frezer). (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Karkas daging ayam yang disuntik merupakan daging yang tidak sehat karena telah disuntik air atau udara yang mengandung kuman dan akan berkembang biak didalam daging. Selain itu merupakan penipuan kepada konsumen. Karkas daging ayam yang disuntik mempunyai ciri-ciri: 1. Postur kekar dan tegang. 2. Jika dipotong keluar air. 3. Jika digoreng seperti menggoreng air. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009) Karkas daging ayam yang sehat adalah yang tidak diberi pewarna. Pemberian warna kuning agar diduga sebagai ayam kampong adalah penipuan terhadap konsumen. Selain itu pemberian warna untuk menghilangkan ciri-ciri ayam bangkai dan pewarna yang digunakan bukan pewarna untuk makanan tetapi pewarna tekstil yang berbahaya jika ikut termakan. (Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan; 2009). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ayam boiler, dan air. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, panci, nampan, kompor, timbangan, kamera, dan alat-alat tulis. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 Maret 2010 dimulai pada pukul 08.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Prosedur kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan ayam boiler dan mempersiapkan alat-alat. 2. Mengamati ayam yang belum disembelih dan menimbang ayam. 3. Menyembelih ayam dan menimbang ayam. 4. Setelah ayam benar-benar mati, dicelupkan ke dalam air panas. 5. Mencabut bulu, membersihkan bulu ayam dan menimbang ayam. 6. Memotong kepala dan memotong kaki ayam. 7. Mengeluarkan isi rongga perut dan dada serta menimbang jeroan. 8. Mencuci karkas dan mengamati karkas ayam. 9. Melakukan parting terhadap ayam. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1. Identifikasi, Penyembelihan, dan Penanganan Setelah Penyembelihan Ayam. No. Perlakuan Keterangan 1. Identifikasi ayam Ciri-ciri ayam sehat: 1. Mata cerah. 2. Hidung bersih. 3. Bulu bersih dan rapi. 4. Kloaka bersih dan kering. 5. Performan normal. 2. Menyembelih ayam Tata cara: 1. Dilakukan oleh orang muslim. 2. Menghadap kiblat. 3. Menggunakan pisau yang tajam. 4. Membaca basmalah. 5. Memutus jalan nafas (hulqum), jalan makanan (mari’), dan dua urat nadi (wadajain). 3. Mencabut bulu Terdapat 3 tahap: 1. Tahap pencelupan ayam ke dalam air panas. 2. Tahap pencabutan bulu. 3. Tahap pembersihan bulu. 4. Memotong kepala 2-3 cm di atas batas antara punggung dan leher ayam. 5. Memotong kaki Pada sendi di bawah lutut sehingga hasil pemotongannya seperti angka 8. 6. Mengeluarkan isi rongga perut dan dada 1. Menyobek kulit perut. 2. Mengeluarkan isi rongga perut. 3. Memisahkan ampela dari usus. 4. Memisahkan hati dan jantung. 5. Memisahkan limpa. 6. Menangani usus. 7. Mencuci karkas Karkas dicuci menggunakan air sampai bersih. 8. Parting Memotong karkas menjadi 12 potong. Hasil penimbangan: a. Sebelum disembelih = 1,1 kg b. Sesudah disembelih = 1,08 kg c. Tanpa bulu = 1,05 kg d. Jeroan = 0,14 kg Tabel 2. Standar Kualitas Karkas Ayam No. Karakteristik Klasifikasi Kualitas Karkas A 1. Keseluruhan Normal 2. Tulang dada Lurus 3. Tulang belakang Normal, lurus 4. Kaki, sayap Normal 5. Daging Baik, daging dada agak panjang dan lebar 6. Timbunan lemak Menutup bagus, banyak lemak ditempat lain 7. Bulu halus Di dada dan tempat lain 8. Bulu kasar Tidak ada 9. Potongan dan sobekan 1,5 cm 10. Kulit yang memar 0,5-0,75 cm 11. Warna merah 1-1,5 cm 12. Bekas bakar Sedikit sekali Memotong karkas menjadi 12 potong Pembahasan Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. Beberapa faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan pakan. Sedangkan beberapa faktor setelah pemotongan adalah metode pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, marbling, metode penyimpanan, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging. 6 Kualitas ayam yang kami sembelih termasuk klasifikasi kualitas karkas jenis A, karena mempunyai karakteristik yang baik. Daging ayam yang baik memiliki ciri-ciri : 1. Diperoleh dari daging ayam yang sehat dan umurnya relatif masih muda. 2. Karkas (daging bertulang atau bagian tubuh ternak yang disembelih, selain kepala, kulit dan jeroan) masih utuh, putih (atau sedikit kuning muda) dan bersih dari kotoran dan tidak mudah terkelupas. 3. Warna daging merah pucat mengkilat dan belum mengalami perubahan warna. 4. Kedua paha normal dan simetris serta bila ditekan terasa kenyal, dada penuh daging dan tulang dada tidak menonjol. 5. Kedua sayap normal simetris, dan dibawah sayap hampir tidak kelihatan pembuluh darah. 6. Bau khas daging ayam. 7. Mata ayam yang sehat berwarna cerah dan jernih. 8. Ketika digoreng bau khas ayam dan tulang tidak menghitam. 9. Permukaan tak berlendir. 10. Persendiannya masih lemas dan bersih (tidak berdarah gumpal) ketika dipotong. Ayam broiler dijagal setelah berusia 6 atau 7 minggu (secara alami usia seekor ayam sekitar 7 tahun), bahkan ada juga yang dijagal ketika berusia 4 minggu. Ayam-ayam ini dijual sebagai ayam “muda”. Ada juga yang dipotong lebih dari 7 minggu untuk dijual sebagai ayam panggang besar. Untuk dapat memilih karkas ayam yang berkualitas tinggi, perlu diperhatikan ciri-ciri khusus tertentu, yaitu keadaan tubuh, perlemakan dan keadaan kulit serta tulang. Kita tentu pernah melihat, bahkan sering mengkonsumsi daging ayam. Tetapi belum tentu semua orang mengetahui apa itu karkas ayam dan bagaimana bentuk serta kriteria pemilihan karkas ayam yang baik. Baru-baru ini merebak kabar tentang jual-beli karkas ayam mati yang beredar di pasaran. Hal ini cukup membuat resah para konsumen. Untuk itu, hendaknya konsumen memiliki pengetahuan tentang kriteria karkas yang baik, sehingga tidak salah pilih. Karkas ayam adalah ayam yang telah dipotong, dibului dan dihilangkan jeroannya, kepalanya dan kakinya. Hal-hal yang berlu diperhatikan dalam memilih karkas yang baik antara lain: Keadaan tubuh Bentuk atau konformasi karkas yang baik harus padat (kompak). Paha, betis, sayap dan dada berdaging tebal. Besar daging dada dapat diketahui dengan mengukur panjang tulang dada, karena tulang dada merupakan tempat perlekatan daging. Makin panjang tulang dada, makin banyak daging yang melekat (berdasarkan penelitian 50% daging ayam terdapat pada tulang dada). Bentuk dada yang baik harus lebar dan bulat. Kulit Kulit dari karkas yang baik harus utuh, tidak terlihat memar, penebalan, luka maupun bekas luka. Warna kulit sebaiknya dipilih yang putih kekuning-kuningan. Perhatikan apakah kulit benar-benar bebas dari bulu-bulu jarum yang belum tercabut, mengingat mikroba kadang bersarang di dalam bulu tersebut. Perlu cermati pula, apakah terdapat kecacatan kulit berupa memar yaitu warna kebiru-biruan pada permukaan kulit. Memar tersebut dapat terjadi karena adanya benturan yang keras mengenai karkas. Benturan itu menyebabkan terjadinya pendarahan kecil dan selanjutnya darah tersebut membeku sehingga berwarna kebiru-biruan. Dengan adanya memar ini, daya tahan karkas terhadap serangan mikroorganisme rendah, sehingga daging mudah busuk. Perlemakan Perlemakan harus menyebar merata di bawah kulit yang menutupi seluruh bagian karkas. lemak ini perlu dipertahankan, sebab selain memberi rasa lezat dan gurih, lemak juga melindungi daging dari kekeringan ketika digoreng. Ini disebabkan lemak menghindari sentuhan langsung daging dengan minyak goreng. Keadaan tulang Karkas ayam dikatakan cukup berkualitas jika tidak dijumpai tulang yang patah atau persendian yang terlepas. Bagian sayap perlu diperhatikan karena biasanya hilangnya persendian terjadi pada bagian ujung sayap. Untuk karkas yang tidak segera dikonsumsi setelah dipotong, sebaiknya di simpan dalam pendingin. Pendinginan menyebabkan perkembangan mikroba menjadi lambat, sehingga pembusukan juga diperlambat. Kerusakan daging selain karena berkembangnya mikroba juga dipengaruhi oleh tidak normalnya kerja enzim di dalam daging itu sendiri. Proses penyembelihan merupakan tahap yang sangat penting dalam kehalalan hewan potong. Oleh karena itu tata cara penyembelihan tersebut harus dilakukan dengan benar dan baik. Beberapa tahap yang harus diperhatikan, khususnya dalam penyembelihan ayam adalah: 1. Ayam harus masih hidup dan sehat serta diperlakukan dengan baik sebelum disembelih. Membaca kalimat Allah (bismillah) sesaat sebelum menyembelih. 2. Memotong dengan sempurna saluran pernafasan, saluran pencernaan dan pembuluh darah nadi dengan pisau yang tajam. Tidak boleh hanya dengan menusuk leher ayam, karena dikhawatirkan tidak memotong saluran-saluran tersebut dengan sempurna. 3. Meletakkan dan membiarkan ayam mati dengan sempurna dan darah keluar dengan tuntas sebelum proses selanjutnya, seperti pencelupan ke dalam air panas, pencabutan bulu dan pembersihan. Jangan sampai dalam keadaan masih hidup ayam tersebut langsung dimasukkan ke dalam air panas. Ayam yang kami potong memiliki berat awal sebesar 1,1 kg, setelah disembelih dan darah keluar dengan tuntas kami timbang lagi ternyata beratnya menjadi 1,08 kg. Terjadi pengurangan berat, hal ini menunjukkan bahwa berat darah yang dikeluarkan pada ayam tersebut, yakni sebesar 0,02 kg. Setelah itu dilakukan pengulitan atau pencabutan bulu. Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4 ˚C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Sebaiknya bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru. Setelah ayam tersebut dilakukan pencabutan bulu memiliki berat sebesar 1,05 kg. Hal ini menunjukkan bahwa berat bulu dari ayam tersebut adalah 0,03 kg, jadi menghasilkan limbah sebesar 0,05 kg. Setelah itu, dilakukan pengeluaran isi rongga perut dan dada atau jeroan. Dengan cara bagian bawah dubur dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Maka karkas yang tertingggal disebut dengan karkas kosong, karkas kosong mempunyai berat sebesar 0,77 kg dan berat jeroan ayam adalah 0,14 kg. Pemotongan karkas, kaki dan leher ayam dipotong. Tempat pemotongan kepala ayam adalah 2-3 cm diatas batas anatara punggung dan leher ayam. Lokasi pemotongan kaki adalah sendi di bawah lutut sehingga hasil pemotongannya seperti angka 8. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih. Dilakukan parting aatau proses pemotongan karkas menjadi beberapa bagian (2,4,6,10,12 dsb). Hasil parting yang kami lakukan pada satu ekor ayam menghasilkan 12 potong termasuk satu pasang sayap. Proses pemotongan ayam menghasilkan karkas ayam, jeroan ayam, hasil samping berupa bulu, dan hasil limbah. Jenis jeroan ayam sebagian sama dengan jenis jeroan dari ternak mamalia seperti hati, jantung, limpa, paru-paru, dan ginjal. Namun terdapat juga jeroan yang sama sekali berbeda yaitu tembolok, ampela, dan yang dari ayam petelur apkir yaitu ovari atau bakal kuning telur dan saluran telur (oviduct). Jeroan ayam sebagian dapat disiapkan untuk dijadikan komoditas produk pangan tersendiri, sebagian lagi masih melekat pada karkas yaitu paru-paru dan ginjal, dan sebagian lagi umumnya dibuang sebagai limbah yaitu usus besar, dan kantong empedu. Paru-paru susah dipisahkan karena melekat pada bagian punggung, dan ginjal melekat pada bagian pinggul karkas ayam. Jeroan ayam yang biasanya dijadikan komoditas ialah hati, ampela, jantung, limpa, usus, dan yang berasal dari ayam petelur apkir yaitu ovari (bakal kuning telur) dan saluran telur. Penanganan sebagian jenis jeroan yang menjadi komoditas pangan cukup dilakukan dengan pencucian saja yaitu pada komoditas hati, jantung, dan limpa. Sebagian lain di samping pencucian juga kadang-kadang disertai dengan perebusan yaitu pada saluran telur dan bakal kuning telur. Jeroan dari saluran pencernaan perlu dibuka atau dibuang isinya kemudian dicuci dan kadang-kadang disertai dengan perebusan. Sebagian jeroan dibuang sebagai limbah yaitu esofagus, tenggorokan, tembolok, kantong empedu dan usus besar. Limbah jeroan ini masih dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak atau ikan. Hasil samping berupa bulu dapat disortasi dan dimanfaatkan untuk berbagai bahan industri kerajinan, terutama bulu besar. Bagian bulu yang rusak, kecil atau rambut biasanya dibuang sebagai limbah. Limbah dari pemotongan ayam meliputi limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terdiri atas sisa bulu, jeroan limbah dan kotoran. Limbah cair berasal dari berbagai proses pencucian, Selama ini ia masih menjadi masalah lingkungan. Limbah cair ini perlu diolah sebelum dibuang ke saluran umum. Dengan berkembangnya masyarakat kota dan masyarakat industri, diperlukan pelayanan penyediaan komoditas daging ayam yang lebih praktis untuk memperpendek waktu masak. Dalam rangka pelayanan masyarakat konsumen tersebut, komoditas daging ayam, dipasarkan dalam bentuk karkas utuh juga dalam bentuk pecahan atau potongan karkas. Industri pemecahan karkas ayam telah menghasilkan berbagai tingkat dan jenis pecahan atau potongan karkas ayam yang masing-masing telah mempunyai nama komoditas tertentu serta sektor pasar yang tertentu pula. Komoditas karkas utuh mempunyai berbagai bentuk seperti: (1) karkas lengkap dengan cakar dan kepala (2) karkas tanpa kepala, tanpa cakar dan dengan jeroan (3) karkas tanpa kepala dan tanpa cakar. Karkas segar tersedia di pasar umum, dan di toko swalayan juga tersedia karkas dingin dan karkas beku. Dari satu karkas ayam dapat dihasilkan dua potong komoditas setengah karkas atau 4 potong komoditas perempat karkas. Satu karkas dapat dipecah menjadi 10 jenis pecahan atau potongan karkas, masing-masing dengan nama tersendiri. Di samping daging ayam bertulang juga telah tersedia potongan daging ayam tanpa tulang (chicken fillet) dan daging ayam giling (ground chicken meat). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. 2. Kualitas ayam yang kami sembelih termasuk klasifikasi kualitas karkas jenis A, karena mempunyai karakteristik yang baik. 3. Karkas ayam yang berkualitas tinggi, perlu diperhatikan ciri-ciri khusus tertentu, yaitu keadaan tubuh, perlemakan dan keadaan kulit serta tulang. 4. Hal-hal yang berlu diperhatikan dalam memilih karkas yang baik antara lain: keadaan tubuh, kulit, perlemakan, dan keadaan tulang. 5. Tata cara menyembelih ayam adalah: dilakukan oleh orang muslim, menghadap kiblat, menggunakan pisau yang tajam, membaca basmalah, memutus jalan nafas (hulqum), jalan makanan (mari’), dan dua urat nadi (wadajain). 6. Ayam yang dipotong memiliki berat awal 1,1 kg, setelah disembelih beratnya 1,08 kg. Hal ini menunjukkan bahwa berat darah yang dikeluarkan pada ayam tersebut, yakni sebesar 0,02 kg. 7. Berat ayam setelah dilakukan pencabutan bulu adalah 1,05 kg. 8. Karkas kosong mempunyai berat sebesar 0,77 kg dan berat jeroan ayam adalah 0,14 kg. 9. Hasil parting yang kami lakukan pada satu ekor ayam menghasilkan 12 potong. 10. Proses pemotongan ayam menghasilkan karkas ayam, jeroan ayam, hasil samping berupa bulu, dan hasil limbah. 11. Jenis jeroan ayam adalah hati, jantung, limpa, paru-paru, ginjal, tembolok, dan ampela. Saran Praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak ini sudah berjalan dengan baik. Agar praktikum selanjutnya lebih baik dan berjalan dengan lancar maka seharusnya praktikan menyediakan bahan dan alat-alat praktikum dengan lengkap. DAFTAR PUSTAKA Dinak. 2009. Memilih daging ayam yang Asuh. http://www.jatengprov.go.id. Diakses pada tanggal 7 Maret 2010. Dinas pertanian, perikanan, dan kehutanan. 2009. Memilih dan Membedakan Karkas Daging Ayam Sehat. http://pertahanan.slemankab.go.id/index.php. Diakses pada tanggal 7 Maret 2010. Indonesia Rumah Ternak. 2009. Tips Memilih Daging yang sehat. http://zonanugera.wordpress.com. Diakses pada tanggal 7 Maret 2010. Mahlufi. 2007. Ayam Potong. http://mahlufiokey.blogspot.com. Diakses pada tanggal 7 Maret 2010. Nanda. 2010. Ayam Sehat. http://bikin.web.id/tag. Diakses pada tanggal 7 Maret 2010

DESAIN DAN MANAJEMEN RUMAH POTONG HEWAN ( BABI )

PENDAHULUAN Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food). Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik, aman dan layak untuk dikonsumsi, maka perlu penanganan daging yang aman dan baik mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep tersebut dikenal sebagai safe from farm to table concepts. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan. Penerapan product safety pada RPH ditujukan untuk memberikan jaminan keamanan dan mutu daging yang dihasilkan, termasuk kehalalan, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta turut menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, sistem tersebut berfungsi sebagai pengawasan dan pengendalian penyakit hewan dan zoonosis di RPH sebagai bagian dari sistem kesehatan hewan nasional. Penyediaan pangan yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi di Indonesia telah diatur oleh peraturan perundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khusus untuk pangan asal hewan (daging, susu dan telur) diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, kebijakan pemerintah, khususnya Departemen Pertanian, terhadap penyediaan daging di Indonesia harus memenuhi konsep penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal(ASUH). Penyediaan daging di Indonesia dipasok dari pemotongan hewan di dalam negeri (lokal) dan impor (pemasukan) daging dari luar negeri. Seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia, konsumsi daging di Indonesia pada lima tahun terakhir (1999-2003) terus meningkat, dengan rata-rata peningkatan rata-rata konsumsi daging sebesar 15,0% per tahun. Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah penyembelihan hewan di RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Dalam peraturan tersebut, persyaratan RPH dibagi menjadi empat kelas (A, B, C dan D) berdasarkan peredaran dagingnya. Pengelompokan tersebut mengatur fasilitas yang harus dimiliki oleh suatu RPH, bukan mengatur persyaratan minimum yang menyangkut aspek teknik higiene, sanitasi dan kesehatan masyarakat veteriner. Sebaiknya persyaratan RPH yang diatur adalah persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh suatu RPH, terutama yang berkaitan dengan aspek higiene dan sanitasi, mengingat RPH adalah suatu tahapan dalam mata rantai penyediaan daging yang memungkinkan munculnya risiko yang dapat membahayakan kesehatan konsumen dan atau menyebabkan penurunan mutu daging. Kemudian pada tahun 1999 diterbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan, yang memuat persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh RPH yang memenuhi ketentuan higiene dan sanitasi. Namun sayangnya SNI ini masih bersifat sukarela (voluntary). PENGERTIAN RPH SECARA UMUM Rumah potong hewan ( RPH ) adalah suatu bangunan ( komplek bangunan ) yang didesain dengan konstruksi khusus agar memenuhi persyaratan teknis dan hygienis untukdi jadikan sebagai tempat pemotongan ternak, untuk menghasilkan daging dan produk ikutannya. Berdasarkan fungsinya, maka terdapat beberapa jenis Rumah Potong Hewan ( RPH ) tersebut, antara lain : a. RPH Kambing/ Domba b. RPH Sapi/ Kerbau c. RPH Babi d. Rumah Potong Unggas ( RPU ) Di Indonesia RPH untuk sapi dan kerbaujuga sering kali difungsikan untuk memotong ternak kambing dan domba, sedang untuk ternak babi, ayam dengan ruminansia, fasilitas serta peralatan yang diperlukan dalam romah potong cendrung juga berbeda. Hal tersebut disamping disebabkan teknik pemotongan yang berbeda, juga pengkarkasan dan penanganan hasil pemotongan juga cendrung berbeda. Sebagai contoh, untuk keperluan penghilangan bulu pada karkas, pada unggas memerlukan peralatan debeaking ( alat untuk menghilangkan atau mencabut bulu dari karkas), sedang pada ternak ruminansia penghilangan bulu sekaligus dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengulitan. Untuk ternak babi penghilangan bulu dilakukan dengan jalan pengerokan menggunakan pisau khusus , disamping alat pemanas untuk mempermudah kegiatan pengerokan tersebut. PERSYARATAN PEMBANGUNAN RPH pemilihan Lokasi Dalam rencana pendirian RPH, maka langkah yang harus di tempuh adalah pemilihan lokasi dimana RPH akan dibangun terdapat beberapa persyaratan menyangkut lokasi yang harus dipenuhi, antara lain : a. memiliki area yang cukup untuk pengembangan b. berada diluar kota c. berada didaerah yang mudah dicapai dengan kendaraan d. daerahnya relatif aman e. relative dekat dengan pemasaran f. mudah dalam pengurusan perizinannya Prasarana RPH a. Sarana Jalan Jalan merupakan sarana yang harus ada, jalan di bagi dua yaitu jalan menuju komplek RPH dan jalan di dalam lokasi RPH. Persyaratan umum jalan adalah lebar jalan yang memungkinkan kendaraan pengangkut ternak maupun kendaraan pengangkut hasil pemotongan dari RPH dapat berjalan dengn lancer dan dapat dilalui secara bersamaan dari arah yang berlawanan. b. sumber air Sumber air harus tersedia dilokasi pemeliharaan . Sumber air tersebut harus dapat mensuplai air yang diperlukan baik menyangkut debit maupun kebersihannya terutama pada saat musim kemarau. c. Persediaan Air Terdapat persediaan air minimal yang harus dipenuhi dalam lokasi RPH, yaitu untuk ternak Babi adalah 450 liter/ekor/hari. d. Listrik sumber listrik dilokasi harus tersedia dan dapat menjamin sumber tenaga tersebut secara kontinyu. selain mempunyai sumber listrik utama ( biasanya dari PLN ) sebaiknya disediaka sumber listrik cadangan. e. Kendaraan Pengangkut Untuk keperluan transportasi atau pengangkutan baik ternak, daging, maupun sarana yang lainnya. f. Sarana lain khusus pada RPH Babi dan romah potong Ayam diperlukan sumber air panas untuk membantu proses debeaking dan pengerokan bulu melalui proses pencelupan. TATA LETAK BANGUNAN Lokasi, disain, konstruksi, tata letak (lay out) dan fasilitas bangunan RPH mempengaruhi kondisi higiene dan sanitasi. Lokasi RPH perlu dipertimbangkan dengan seksama dan terencana, sehingga RPH dan proses penyembelihan tidak dicemari dan mencemari lingkungan sekitarnya. Jenis Bangunan dan Fasilitas yang Harus Ada - Bangunan Utama Yaitu bangunan yang dipergunakan untuk kegiatan pemotongan ternak, pengkarkasan dan penanganan hasil pemotongan. Ukuran bangunan di sesuaikan dengan kapasitas pemotongan yang diinginkan serta kelengkapan fasilitas yang diadakan. - Holding Ground Di sebut juga sebagai kandang penampungan ternak sebelum dipotong. Kandang ini berfungsi sebagai tempat penampungan ternak sebelum dipotong sekaligus untuk pengistirahatan ternak dan pemuasaan ternak ( conditioning ). - Kandang Isolasi Berfungsi untuk mengisolasi ternak jika mengalami gangguan penyakit atau kecelakaan. Lokasi kandang ini terpisah dari lokasi kandang penampungan ternak , tetapi harus dijamin untuk mempunyai akses jalan yang cepat ketempat pemotongan. - Kantor Administrasi dan tenaga professional Kantor Administrasi berfungsi sebagai tempat dimana kegiatan administrasi RPH diatur, dikoordinasikan dan dilaksanakan , termasuk didalamnya adalah ruang untuk dokter hewan, kieur Master maupun Meat Butcher. - Tempat istirahat karyawan dan kantin - Tempat penyimpanan pribadi - kamar mandi dan WC - sarana penanganan limbah Sarana penangan limbah merupakan instalansi yang penting dan harus tersedia dalam lingkungan RPH tanpaterkecuali. Instalansi ini berfungsi untuk menampung dan mengolah limbah sehingga tidak mencemari lingkungan . Dan harus dibuat dengan ukuran yang cukup besar ( tergantun volume limbah ) . didesain agar aliran dapat mengalir dengan cukup lancer, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan dibersihkan, kedap ar agar tidak mencemari air tanah. Mudah diawasi dan dijaga agar tidakmenjadi sarang tikus atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi dan dibersihkan - Tempat Parkir - Gardu listrik -Work shop/ bengkel -Penampungan Air - Rumah Jaga RPH seyogyanya dilengkapi dengan : ruang pendingin ( chilling room ) untuk pelayuaan, ruang pembekuaan ( freezing Room ) untuk tempat penyimpanan daging, ruangpembagian karkas ( meat cutting room ) dan laboratorium uji kualitas daging dan penyakit PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Dalam peraturan tersebut, persyaratan RPH dibagi menjadi empat kelas (A, B, C dan D) berdasarkan peredaran dagingnya. Pengelompokan tersebut mengatur fasilitas yang harus dimiliki oleh suatu RPH, bukan mengatur persyaratan minimum yang menyangkut aspek teknik higiene, sanitasi dan kesehatan masyarakat veteriner. Kemudian pada tahun 1999 diterbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan, yang memuat persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh RPH yang memenuhi ketentuan higiene dan sanitasi. Namun sayangnya SNI ini masih bersifat sukarela (voluntary). Jumlah RPH di Indonesia menurut Buku Statistik Peternakan 2003 sebanyak 777 RPH sapi/kerbau dan 208 RPH babi. Namun secara umum, lokasi dan kondisi hampir seluruh RPH tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan, baik dari aspek lingkungan, higiene dan sanitasi. Umumnya RPH yang ada saat ini dibangun sejak zaman penjajahan Belanda (+ 50-70 tahun), dikelola oleh pemerintah daerah dan proses penyembelihan hewan dilakukan secara tradisional. Berdasarkan sistem jaminan keamanan pangan yang dikenal dengan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), maka penyembelihan di RPH dapat dikategorikan sebagai titik kendali kritis (critical control point). Beberapa bahaya-bahaya yang mungkin terdapat pada daging dapat dikendalikan (dihilangkan atau diturunkan sampai tingkat yang dapat diterima) di RPH. Selain itu, RPH memegang peran penting dalam pengawasan dan pengendalian penyakit hewan dan zoonosis, sebagai bagian dari sistem kesehatan hewan nasional. Sehingga peran dan fungsi RPH dalam mata rantai penyediaan daging perlu mendapat perhatian. Seluruh peralatan yang digunakan untuk daging harus kuat, tidak mudah berkarat, tidak bereaksi dengan zat-zat yang terkandung dalam daging, mudah dirawat, serta mudah dibersihkan dan didisinfeksi. Peralatan yang memiliki sudut dan atau terbuat dari kayu tidak dapat digunakan untuk daging. Product Safety pada Rumah Pemotongan Hewan Untuk menghasilkan daging yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi, maka perlu diterapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pada rantai penyediaan daging mulai dari peternakan sampai ke meja makan. Salah satu programnya adalah penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH atau penerapan product safety di RPH. Jaminan product safety pada RPH diterapkan melalui penerapan praktek higiene dan sanitasi atau dikenal sebagai praktek yang baik/higienis, good manufacturing practices (GMP) atau good hygienic practices (GHP). Penerapan GMP/GHP pada RPH disebut pula Good Slaughtering Practices (GSP). Secara umum praktek higiene dan sanitasi pada pangan mencakup penerapan pada personal, bangunan, peralatan, proses produksi, penyimpanan dan distribusi (Luning et al. 2003). Selain itu, sistem product safety pada RPH di Indonesia sebaiknya mencakup aspek kehalalan dan kesejahteraan hewan, dalam rangka penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Penerapan higiene untuk personal di RPH mencakup kesehatan dan kebersihan diri, perilaku/kebiasaan bersih, serta peningkatan pengetahuan/pemahaman dan kepedulian melalui program pendidikan dan pelatihan yang terprogram dan berkesinambungan. Setiap pegawai yang menangani langsung daging harus sehat dan bersih. Higiene personal yang buruk merupakan salah satu sumber pencemaran terhadap daging. Dan yang perlu diperhatikan adalah : Ө. ternak Babi yang akan dipotong dan daging hasil pemotongan diawasi dan diperiksa oleh petugas yang ditunjuk. Ө. Petugas pemeriksa yang berwenang berhak menolok daging karkas yang tidak layak dikonsumsi masyarakat. Ө. Daging ternak yang dinyatakan ditolak dan tidak layak dikonsumsi harus dimusnahkan. MANAJEMEN DAN DESAIN RPH UNTUK BABI Secara umum RPH babi hampir sama dengan RPH lainnya . baik itu manajemen maupun desainnya, yang berbeda hanya dalam penanganan karkas Sebagai contoh, untuk keperluan penghilangan bulu pada karkas, pada unggas memerlukan peralatan debeaking ( alat untuk menghilangkan atau mencabut bulu dari karkas), sedang pada ternak ruminansia penghilangan bulu sekaligus dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengulitan. Untuk ternak babi penghilangan bulu dilakukan dengan jalan pengerokan menggunakan pisau khusus , disamping alat pemanas untuk mempermudah kegiatan pengerokan tersebut. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kompleks RPH untuk babi harus dipisahkan degan komplek RPH lain dengan jarak yang cukup jauh atau dibatasi dengan pagar ( minimal 3 meter tingginya ) atau terpisah total dengan dinding tembok serta terletak ditempat yan lebih rendah dari pada RPH lain.

Kamis, 22 Desember 2011

Pengenalan Morfologi koloni jamur

Tujuan : Memahami cara identifikai dan determinasi suatu biakan murni jamur
PENDAHULUAN
Bakteri dan jamur patogen seringkali harus diisolasi dan dikulturkan dari spesimen tanman berpenyakit sebelum dapat diidentifikasi. Patogen yang dapat tumbuh saprobik (parasit fakultatif atau nekrotrofa) umumnya dapat ditumbuhkan dalam kultur, walaupun beberapa diantaranya memerlukan perlakuan khusus. Isolasi jamur dari material tanaman biasanya dilakukan dengan cara menaruh sopotong kecil jaringan ke dalam media agar-agar yang cocok, misalnya agar-agar air dalam cawan petri steril. Spora yang diambil secara langsung dari tubuh buah dengan menggunakan jarum steril juga dapatdiletakkan di atas permukaan agar-agar (Supar dan Ibrahim, 1983).
Banyak jamur dan bakteri saprobik tumbuhan pada atau mengkontaminasi jaringan tanaman sebagai pengkolonisekunder luka penyakit. Oleh karena itu penting sekali untuk berhati-hati ketika menggunakan teknik steril guna menghindari terjadinya kontaminasi. Sterilisasi permukaan jaringan yang dipotong seringkali diperlukan unuk menghilangkan mikroorganisme saprobik yang biasanya tumbuh dipermukaan tanaman (Supar dan Ibrahim, 1983).
Bersihkan permukaan tanaman yang akan dikerjakan dengan kertas tisu atau kapas yang telah dibasahi dengan etanol 70%dan biarkan mengering. Permukaan yang halus, keras, dan tidak berpori, misalnya kaca adalah yang terbaik untk membuat irisan material tanaman. Pinset dan pisau skapel disterilisasikan dengan cara mencelupkannya ke dalam etanol 95% dan melewatkannya dengan hati-hati diatas nyala api. Peralatan sebaiknya tidak dibiarkan terlalu lama di atas nyala api, karena akan rusak. Alkohol sangat mudah terbakar dan perlu sangat hati-hati dengan peralata nyala api didekatwadah berisi alkohol. Ose untuk inukolasi disterilkan dengan cara memanskannya sampai merah dalam nyala api yang panas. Jarum harus dibiarkan sampai dingin sebelum digunakan (Dwidjoseputro, 1994).
Sterilisasi permulaan material tanaman yang sakit menghilangkan saprobik dan memungkinkan bakteri atau jamur patogen untuk tumbuh tanpa gangguan bila material dilapiskan pada agar-agar. Etanol (70%) yang digunakan untuk menyeka permukaan atau merendam dapat mensterilkan seluruh permukaan. Tidak diperlukan pecucian pasca perlakuan, karena dapat tanpa dibakar atau dibiarkan menguap (Dwidjoseputro, 1994).

Jamur mungkindapat diisolasi dari tanah dan dari permukaan tanaman, seperti daun dan bunga dengan cara mencucinya. Diikuti dengan melakukan satu seri pengenceran untuk mendapatkan koloni tunggal pada media agar –agar yang sesuai, seperti WTA media yang kaya hara harus dihindari karena menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan mengorbankan sporulasi. Antibiotik seperti streptomisin sulfa sebaiknya juga ditambahkan ke dalam media agar-agar untuk menkan pertumbuhan bakteri (Hadioetomo, 1993).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pda praktikum ini adalah biakan murni jamur dan medium PDA.

Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri steril, jarum inokulasi, danlampu speritus.

Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNLAM Banjarbaru. Hari selasa tanggal 25 November 2008, pukul 14.25 Wita – selesai.

Prosedur Kerja
Pertama – tama arkan medium PDA (dalam labu erlenmayer) pada penangas air. Dinginkan sampai suhu ± 50° C. Tuangkan medium agar tersebut kedalam cawan petri steril secra aseptik, biarkan sampai dingin dan padat. Pijarkan jarum inukolasi , kemudian dinginkan. Gnakan jarum inukolasi terseut untuk mengambil potongan jamur secara aseptik. Letakkan potongan jamur tersebut pada lempengan agar dalam cawan petri. Balikkan cawan petri dan beri etiket pada dasar cawan. Kemudian inkubasikan pada suhu ang sesuai (37° C). Kemudian amati dan warna jamur yang tumbuh pada media cawan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Pembahasan
Jamur mungkin dapat diisolasi dari tanah dan dari permukaan tanaman, sepetri daun dan bunga, dengan cara mencucinya, diikuti dengan melakukan satu seri pengenceran untuk mendapatkan koloni tunggal pada media agar-agar yang sesuai. Pada kebanyakan jamur patogen, produksi spora merupakan cara reproduksi dan persebaran di habitat alaminya. Kondisi tempat inkubasi kultur jamur aka menentukan seberapa baik jamur itu berporulasi. Kebanyakan jamur akan tumbuh baik di laboratorium pada suhu kamar. Sporulasi sangat penting dalam identifikasi jamur dan juga diperlukan untuk produksi inokulum bagi uji patogenisitasnya.
Kadangkala hanya ada sedikit sekali material jamur yang berporulasi, seperti jamur askomiset atau jamur yang membentuk piknida. Dalam hal ini, cara yang bermanfaat adalah memindahkan tubuh buah ke dalam setetes air steril pada kaca obyek yang telah dilewatkan di atas nyala api dan menunggu sampai spora dilepaskan. Kerapatan spora dapat dimonitor di bawah mikroskop ganda dan jika dianggap cukup, suspensi digoreskan pada pelat berisi media TWA. Spora tunggal yang berkecambah kemudian dipindahkan ke media tumbuh yang sesuai setelah kira-kira 24 jam.
Banyak jamur dapat dirangsang untuk bersporulasi di bawah lampu ultraviolet (UV) dekat (near ultraviolet light) atau lampu hitam (black ligh). Walaupun lampu hitan dapat berpengaruh terhadap pigmentasi, morfologi kasar koloni dan bahkan morfologi spora, namun pengaruh tersebut tidak cukup mengganggu proses identifikasi. Kotak lampu hitam dapat dibuat untuk merangsangsporulasi pada jamu yang memerlukan lampu ultraviolet dekat.
Lingkungan yang tidak alami, seperti inkubator yang gelap dan hangat serta media agar yang kaya hara, merupakan kondisi yang tidak baik untuk terjadinya sporulasi pada kebanyakan jamur patogen tanaman. Sporulasinya biasanya ditingkatkan dengan penambahan material daun inang yang telah disterilkan. Misalnya jerami gandum, daun jagng, daun bunga anyelir, atau media yang kurus seperti TWA.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Kondisi tempat inkubasi kultur jamur akan menentukan seberapa seberapa baik jamur itu bersporulasi.
2. Isolasi bakteri dan jamur patogen bergantung kepada sifat dasar material tanaman inang dan fatogen itu sendiri
3. patogen dan jamur dapat tumbuh saprobik umumnya dapat ditumbuhkan dalam kultur.

Saran
Praktikan harus lebih teliti dan jeli dalam pembuatan medium dan langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ini sebaiknya dilakukan secara cermat. Apabila terjadi kesalahan dalam pelaksanaan kangkah kerja maka hasil yang didapat tidak akan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA
Dwidjosputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Supar dan Ibrahim. 1983. Kultur Media Dan Cara Pembuatannya. BPPV Wilayah V. Banjarbaru.