Rabu, 22 Desember 2010

IDENTIFIKASI DAN PEMERIKSAAN JUMLAH TOTAL BAKTERI SUSU SAPI SEGAR

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Susu merupakan cairan yang berasal dari pemerahan hewan menyusui yang sehat dan bersih, diperoleh dengan cara yang benar dan kandungan dari susu itu sendiri tidak dikurangi atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1994).
Susu mengandung berbagai macam gizi yaitu sebagai sumber protein, lemak, mineral, dan vitamin. Awal pengembangan susu sapi perah diatur dalam Inpres No. 1/1985 yaitu mengenai pengembangan persusuan dilakukan untuk membangun dan membina usaha persusuan agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak sapi perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya. Pada tahap awal pengembangan susu sapi perah ini dikembangkan oleh system kemitraan, yaitu antara peternak, Koperasi Unit Desa (KUD), dan Industri Pengolah Susu (IPS) (Muksin, 2002).
Di KUD Boyolali ada dua macam susu yaitu susu oplosan (campuran dari beberapa peternak susu) dan susu yang melalui proses pendinginan (susu oplosan yang didinginkan dengan metode cooling). Susu oplosan itu sendiri kemungkinan ada pencemaran dari pemerah pada awal praproduksi. Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling unit dan lemari es (Anonim, 1998).
Di Boyolali sebagian besar penduduknya sebagai peternak susu sapi perah sehingga merupakan daerah penghasil susu terbanyak. Di KUD Boyolali cara pendinginan menggunakan metode cooling dan susu oplosan merupakan susu yang berasal dari beberapa peternak susu. Oleh karena itu perlu dibandingkan antara kedua macam susu tersebut untuk mengetahui kelayakan dari susu apakah layak dikonsumsi atau tidak. Pada tiap-tiap KUD di Boyolali mengumpulkan susu yang berasal dari beberapa peternak susu (susu oplosan) yang kemudian susu oplosan tersebut akan diproses lebih lanjut dengan pendinginan (metode cooling). Setiap KUD mempunyai tingkat pencemaran lingkungan yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan yang berbeda, kebersihan susu pada waktu penanganan baik sebelum maupun sesudah pemerahan dan tentunya semua itu tidak lepas dari cara pengolahan susu dari koperasi itu sendiri. Tingginya tingkat pencemaran menyebabkan jumlah mikroorganisme dalam susu juga meningkat, sehingga sangat membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia karena dapat menyebabkan penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Hasil penelitian Balia dkk., (2008) dari peternakan sapi perah rakyat di Lembang, Jawa Barat menunjukkan bahwa jumlah bakteri total pada susu segar adalah 3,70 X 106 CFU/ml. Sedangkan pada susu pasteurisasi tanpa kemasan di Pedagan g kaki lima diperoleh jumlah bakteri total 3,45 X 106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah total bakteri pada susu segar maupun susu pasteurisasi ternyata melebihi batas maksimum cemaran mikroba SNI tahun 2000 (syarat cemaran total bakteri 1 x 106 CFU/ml). Untuk meningkatkan mutu dari susu sapi perah supaya layak untuk dikonsumsi dapat dilakukan pengujian secara mikrobiologik yang meliputi jumlah dan jenis bakteri dalam susu sapi. Menurut Benson (2002), jumlah bakteri dalam susu dapat digunakan sebagai indikator terhadap kualitas susu. Bakteri yang sering terdapat pada susu sapi adalah dari famili Lactobacteriaceae (Streptococcus lactis), famili Enterobacteriaceae (E. coli) dan Staphylococcus(Volk dan Wheeler, 1993), maka di Boyolali perlu dilakukan penelitian mengenai jumlah dan jenis bakteri yang ada di dalam susu sapi.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan beberapa masalah:
1. Berapa jumlah total bakteri dalam air susu sapi segar yang berasal dari Koperasi Unit Desa di Kabupaten Boyolali?
2. Jenis bakteri apakah yang terdapat dalam air susu sapi segar yang berasal dari Koperasi Unit Desa di Kabupaten Boyolali?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui jumlah total bakteri yang terdapat pada susu sapi segar dari Koperasi Unit Desa di Kabupaten Boyolali.
2. Mengetahui jenis bakteri yang terdapat pada susu sapi segar dari Koperasi
Unit Desa di Kabupaten Boyolali.








Tinjauan Pustaka

1. Susu
a. Pengertian Susu
Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1997, tentang susu segar menyebutkan bahwa susu murni adalah cairan yang berasal dari putting sapi yang sehat dan bersih diperoleh dengan cara yang benar yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang telah disebutkan dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurnian dari susu itu. Hadiwiyoto (1994), menyatakan bahwa susu adalah hasil pemerahan sapi-sapi atau hewan menyusui lainnya yang susunya dapat digunakan atau dimakan sebagai bahan makanan yang sehat, secara kontinyu dan tidak dikurangi komponen-komponennya ataupun ditambah bahan-bahan lain.
b. Komposisi Air Susu
Menurut Hadiwiyoto (1994) komposisi air susu secara umum:
1). Protein
Protein susu terdiri atas kasein, laktaalbumin (protein albumin) dan laktaglobulin (jenis protein susu yang larut dalam alkohol). Protein susu yang jumlahnya terbanyak adalah kasein. Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium kasenat.
2). Lemak susu
Lemak merupakan komponen susu yang penting. Lemak dapat memberikan energi lebih besar daripada protein maupun karbohidrat karena lemak mempunyai nilai gizi yang tinggi. Jenis dan mutu makanan merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi komposisi lemak susu.
3). Hidrat Arang
Dalam susu hidrat arang paling banyak terdapat dalam bentuk gula disakarida, yaitu laktosa.
4). Garam-garam mineral
Susu mengandung berbagai macam mineral, seperti garam kalsium, kalium, dan fosfat.
5). Vitamin
Susu mengandung berbagai macam vitamin-vitamin baik yang larut dalam lemak maupun yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E serta sedikit vitamin K. Sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks.
6). Air
Komponen terbanyak susu adalah air, jumlahnya mencapai 64,89 %.
7). Enzim
Enzim merupakan katalisator biologik yang dapat mempercepat reaksi kimiawi. Dalam susu terdapat 20 jenis enzim yang secara alami merupakan komponen susu, diantaranya adalah lipase, protease, katalase, peroksidase, reduktase, fosfatase, diastase, dan laktase.
2. Mikrobiologi Susu
a. Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya yang membahayakan maupun yang menguntungkan. Bakteri tersebar luas di lingkungan (di udara, air, dan tanah, dalam usus binatang, pada lapisan yang lembab, pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada mpermukaan tubuh atau tumbuhan) (Gaman dan Sherington, 1994). Beberapa bakteri bersifat ’’motil’’ artinya dapat melakukan pergerakan. Bakteri ini memiliki struktur yang menyerupai benang panjang yang disebut flagella yang tumbuh dalam membran sel (Gaman dan Sherrington, 1994). Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu nutrien, temperatur, O2, CO2, cahaya, dan pH (Suendra dkk., 1991).
Kelompok bakteri yang penting dalam mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Enterobacteriaceae, Lactobacillaceae, Streptococcaceae, dan
Micrococcaceae (Volk dan Wheeler, 1993).
1). Enterobacteriaceae
a). Escherichia coli
E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
Morfologi dan identifikasi E. coli adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7 μm, bersifat anaerobik fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bakteri ini banyak ditemukan di dalam usus manusia sebagai flora normal (Jawetz dkk., 2001).
b). Shigella
Shigella dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Shigella
Jenis : Shigella sp
Morfologi dan identifikasi Shigella adalah bakteri Gram negative berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 μm x 2-3 μm dan tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggirpinggir utuh. Shigella merupakan bakteri dengan habitat alamiah usus besar manusia. Disentri basiler atau Shigellosis adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh Shigella (Karsinah dkk., 1994).
c). Enterobacter
Enterobacter dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Enterobacter
Jenis : Enterobacter aerogenes
Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat Gram negatif, membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar ke seluruh permukaan dapat membentuk asam dan gas (Jawetz dkk., 2001).

d). Klebsiella
Klebsiella dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Klebsiella
Jenis : Klebsiella pneumonia
Klebsiella merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang, non motil, koloni besar, sangat mukoid dan cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah motil (Jawetz dkk., 2001).
e). Pseudomonas
Pseudomonas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Pseudomonadales
Suku : Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas adalah bakteri aerob tetapi dapat mempergunakannitrat dan arginin sebagai aseptor elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang berbentuk batang, Gram negatif, bergerak dengan flagel polar, tidak berkapsul, berukuran 0,8-1,2 μm, tidak memfermentasi laktosa, tumbuh baik pada 37°C-42°C (Jawetz dkk., 2001).
2). Micrococcaceae
Dua genus yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus dan Staphylococcus. Kelompok Staphylococci yang terpenting dalam makanan adalah Staphylococcus aureus. Pada waktu pertumbuhan, organisme ini mampu memproduksi suatu enterotoksin yang cukup berbahaya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan (Buckle dkk., 1987).
Sistematika Staphylococcus aureus sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa: Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus (Jawetz dkk., 2001)
Staphylococcus merupakan Gram positif, tumbuh dalam kelompok seperti anggur, berbentuk bulat, tidak motil, tidak membentuk spora dan tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, mudah tumbuh pada berbagai media pembenihan. Pada pembenihan Staphylococcus aureus berwarna kuning emas, selain itu bakteri ini bersifat anaerob, meragikan glukosa, tidak meragikan manitol, koagulasi negatif dan pada media agar darah tidak mengalami hemolisis (Jawetz dkk., 1986).
b. Pencemaran Susu
Susu yang masih dalam kelenjar susu dapat dikatakan steril tetapi setelah keluar dari puting dapat terjadi kontaminasi. Faktor yang berpengaruh besar terhadap kualitas susu segar adalah adanya bakteri baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen. Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari hewannya sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar tubuhnya (factor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu susu:
1). Perawatan kebersihan kandang
Kandang sapi yang tidak bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengn cepat. Sehingga harus diperhatikan dengan cermat keadaan kadang seperti misalnya, pencucian lantai kandang harus dengan air mengalir yang bersih, saluran pembuangan, dan ventilasi luar ruangan.
2). Perawatan kesehatan dan kebersihan hewan
Keadaan sapi perah yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan mutu susu yang tidak baik.
3). Perawatan kebersihan alat-alat pemerah
Kontaminasi sering disebabkan oleh alat-alat pada waktu pemerahan, wadah susu, air pencuci alat maupun wadah yang dalam keadaan kotor, maka semua itu harus dijaga kebersihannya.
4). Keadaan pemerahan
Rumah pemerahan lebih baik terpisah dari kandang sapi.
5). Kesehatan pemerah atau pekerja
Pemerah atau pekerja sebisa mungkin harus sehat atau terhindar dari penyakit, karena akan mempengaruhi kontaminasi bakteri dalam susu.
6). Pemberian makanan
Sapi yang baru saja diberi makan akan menghasilkan susu dengan kandungan lebih banyak daripada sapi yang belum diberi makan.
7). Penyimpanan susu
Penyimpanan susu lebih baik dilakukan pada suhu yang tinggi (65ºC) daripada suhu yang rendah (4ºC), karena pada suhu tinggi jumlah bakteri yang ada pada susu lebih sedikit daripada suhu yang rendah (Hadiwiyoto, 1994).
c . Penularan Penyakit oleh Mikroorganisme Dalam Susu
Bakteri patogen dapat menimbulkan infeksi dan keracunan makanan. Infeksi disebabkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus. Keracunan pangan disebabkan mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun hasil mikroba yaitu bakteri dan kapang (Nurwantoro dan Siregar, 1997). Bakteri Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin yang dalam jumlah tertentu akan meracuni tubuh dan menyebabkan gastroenteteritis atau radang mukosa usus. Bakteri lain yang dapat menyebabkan keracunan pada pangan adalah Escherichia coli. Bakteri ini dapat menimbulkan Entero Pathogenic Escherichia Coli (EPEC). Penyakit yang ditimbulkan dapat berupa kolitis (radang usus besar) atau gejala disentri, dapat juga menyebabkan penyakit seperti kolera dengan
gejala diare dan muntah. Mikroba lain yang dapat mencemari susu adalah Shigella sp, yang penyakitnya disebut Shigellosis (disentri basiler) (Nurwantoro dan Siregar, 1997).
3. Pengawetan Susu
Perawatan kebersihan kandang, perawatan kebersihan dan kesehatan hewan serta perawatan alat-alat pemerah mutlak dilakukan dalam menjaga kebersihan susu dan mencegah kerusakan yang lebih dini. Disamping upaya tersebut dapat pula dilakukan upaya yang lebih lanjut berupa pengawetan, yakni memproses susu agar tahan lebih lama dari kerusakan. Proses pengawetan dapat dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut:
a. Pendinginan Susu
Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling unit dan lemari es. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara sederhana, yakni meletakkan milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan mengalir terus. Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerahdaerah pegunungan yang berhawa sejuk.
b. Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu di bawah temperatur didih dengan maksud hanya membunuh bakteri, sedangkan spora masih dapat hidup.
Ada 3 cara pasteurisasi yaitu:
1). Pasteurisasi lama (low temperature, long time). Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama (pada temperature 62-65°C selama 1/2-1 jam).
2). Pasteurisasi singkat (High temperature, Short time). Pemanasan susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada temperatur 85-95°C selama 1-2 menit saja).
3). Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT). Pemasakan susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginkan pada temperatur 10°C (temperatur minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci pada suhu 81°C selama ±1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan dengan mencelupkan panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang airnya mengalir terus menerus.

c. Sterilisasi Susu
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara memanaskan susu sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun kuman berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu steril dapat dilakukan dengan cara:
1). Sistem UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 °C- 140 °C selama 2-5 detik.
2). Mengemas susu dalam wadah hermetis kemudian memanaskannya pada suhu 110 °C- 121 °C selama 20-45 detik. Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus dengan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu sterilisasi susu umumnya dilakukan oleh industriindustri pengolahan susu (Anonim, 1998).
4. Syarat Kualitas Susu
Syarat kualitas susu segar di Indonesia telah dibakukan dalam Standart Nasional Indonesia (SNI 01-3141-1992), dimana pemeriksaan cemaran mikroba dalam susu segar meliputi uji pemeriksaan dengan angka lempeng total (batas maksimum mikroba 3,0 × 106 koloni/ml), Escherichia coli (maksimum 10/ml), Salmonella (tidak ada), Staphylococcus aureus (maksimum 10² koloni/ml). Susu yang baik harus memenuhi syarat:
a. Jumlah bakteri sedikit.
b. Mempunyai nilai gizi yang tinggi.
c. Tidak ada perubahan cita rasa khas susu.
d. Bebas dari bakteri patogen dan substansi-substansi yang bersifat racun.
e. Bebas dari spora-spora dan mikroorganisme penyebab penyakit.
f. Bersih, bebas dari debu atau kotoran-kotoran yang lain.
g. Tidak dikurangi atau ditambahkan bahan-bahan lainnya.

5. Pengujian Mutu Susu Secara Biologik
Pengujian mutu susu secara biologik terdiri atas beberapa bagian, yaitu pengujian mikroskopik, pengujian biokimiawi, dan pengujian bakteriologik atau mikrobiologik. Pengujian mutu susu secara biologik sebagai akibat dari kegiatan mikroba (bakteri, kapang dan yeast) dan enzim-enzim dalam susu, perubahanperubahan sifat susu dapat terjadi baik sifat fisika ataupun kimianya. Pengujian biologik dikerjakan untuk mengetahui kemungkinan atau akibat terjadi perubahan tersebut. Dalam hal ini pengujian biologik dapat berupa pengujian mikroskopik dan pengujian bakteriologik (Hadiwiyoto, 1994).
a. Pengujian secara biologik
Pengujian bakteriologik secara umum ditujukan untuk mengetahui jumlah bakteri dalam susu segar. Untuk menentukan jumlah bakteri dapat digunakan beberapa cara, yaitu:
1). Jumlah bakteri secara keseluruhan (Total Cell Count). Pada cara ini dihitung semua bakteri baik yang hidup maupun yang mati.
a). Menghitung langsung secara mikroskopik. Pada cara ini dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil, untuk itu digunakan kaca objek khusus yang bergaris (Petroff-Hauser) berbantuk bujur sangkar. Cara ini hanya dapat digunakan untuk cairan yang mengandung bakteri dalam jumlah tinggi (Lay, 1994).
b). Menghitung berdasarkan kekeruhan. Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorbsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu. Umumnya untuk menghitung dengan cara ini digunakan turbidimetri (Lay, 1994).
2). Perhitungan bakteri hidup
Ada 3 cara perhitungan bakteri hidup, yaitu:
a). Standart Plate Count
Pada cara ini pengenceran dilakukan dengan menggunakan sejumlah botol pengencer yang diisi sampel dan aqua destilata steril. Agar cair didinginkan sampai suhu sekitar 44ºC dan baru kemudian dituangkan ke cawan petri setelah agak membeku cawan dieramkan selama 24-48 jam (37ºC).
b). Plate Count
Sampel dipipet lalu ditaruh dalam cawan petri kosong steril, lalu dituang dalam media agar yang mencair, dengan suhu sekitar ± 45ºC lalu digoyangkan dengan hati-hati sehingga sampel dan media tercampur rata kemudian dibiarkan memadat.
c). Agar sebar
Sebanyak 0.1 ml sampel ditaruh pada permukaan agar yang sudah memadat dalam cawan petri. Kemudian sampel ditaruh pada permukaan agar yang sudah memadat dalam cawan petri, lalu sampel diratakan di atas permukaan media tersebut dengan bantuan
alat perata (Lay, 1994).
b. Pengujian secara mikroskopik
Pengujian secara mikroskopik ditujukan untuk mengetahui struktur dan bentuk-bentuk dari bakteri (Hadiwiyoto, 1994).
6. Media
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat makanan yang diperlukan untuk menumbuhkan suatu mikroorganisme, dalam rangka isolasi, memperbanyak penghitungan, dan pengujian sifat fisiologik suatu mikroorganisme. Penggunaan media sangat penting dalam pemeriksaan mikrobiologik baik untuk isolasi, identifikasi maupun differensiasi (Anonim, 2006).
Berdasarkan fungsi dan aplikasinya media dapat dibagi menjadi :
a. Media selektif
Media ini digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidakdiinginkan, misalnya media Mc. Conkey. Media ini mengandung agaragar nutrien ditambah dengan garam empedu, berwarna merah muda dan transparan. Media ini digunakan untuk isolasi kuman-kuman perut.
b. Media differensial
Media ini dipakai untuk menumbuhkan bakteri tertentu dan dapat membedakan berbagai jenis bakteri, misalnya media agar darah. Media ini terdiri dari agar nutrien yang ditambahkan darah. Permukaannya tampak bergranul, digunakan untuk agar membedakan bakteri hemolitik dan non hemolitik (bakteri Streptococcus dan Staphylococcus).
c. Media perhitungan
Media ini dipakai untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat dalam suatu bahan, misalnya media PCA (Plate Count Agar) dan PDA (Plate Dextrosa Agar) (Suendra dkk., 1991).
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan alat-alat atau media dari jasad renik dan segala macam bentuk kehidupan terutama mikroba. Cara sterilisasi yang umum digunakan :
a. Pemanasan, tujuannya adalah merusak atau membunuh mikroba.
1). Pemanasan kering, yaitu dengan cara membakar atau menggunakan udara panas atau oven pada suhu 70-80°C selama 1-2 jam.
2). Pemanasan basah, dapat dikerjakan dengan merebus, uap air panas, uap air panas dengan tekanan dan pasteurisasi. Pemanasan basah biasanya dengan menggunakan suhu 121°C selama 15-20 menit.
b. Filtrasi, tujuannya untuk mensterilkan media yang tidak tahan pemanasan.
c. Penyinaran dengan menggunakan sinar gelombang pendek (radiasi) seperti sinar X, sinar gamma dan sinar katoda.
d. Sterilisasi kimia, misalnya: disenfektan, antiseptik, biosidal, biostatic (Anonim, 2006).
8. Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri untuk memisahkan biakan atau bakteri campuran dengan menggunakan media pertumbuhan bakteri sehingga diperoleh isolat atau biakan murni.
Metode atau cara isolasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a. Cara Goresan (Streak Plate Method).
Cara ini dilakukan dengan menggoreskan bahan yang mengandung bakteri pada permukaan medium agar. Setelah diinkubasi maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah.
b. Cara Taburan (Pour Plate Method).
Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan medium agar yang sedang mencair pada temperatur 50°C dengan suspensi bahan yang mengandung bakteri dan menuangkannya ke dalam cawan petri steril. Setelah diinkubasi akan terlihat koloni-koloni di permukaan agar (Darwis dan Sukara, 1990).
Penanaman pada media isolasi :
a. Mc. Conkey
Media ini mempunyai keistimewaan yaitu memilah bakteri enteric Gram negatif yang memfermentasi laktosa, karena media ini mengandung laktosa, crystal violet dan neutral red bile salt. Kemampuan E. coli memfermentasi laktosa menyebabkan penurunan pH, sehingga mempermudah absorpsi neutral red untuk mengubah koloni menjadi merah bata dan mengendapkan bile atau empedu. Koloni lain seperti Shigella dan Pseudomonas bila tumbuh di media ini tidak akan berwarna (jernih) karena tidak mampu memfermentasi laktosa. Mikroba lain yang dapat tumbuh pada media ini adalah Enterobacter, Salmonella, dan Proteus (Gibson, 1996).
b. Agar Darah
Media ini terdiri dari agar nutrien ditambah darah, permukaannya tampak bergranul dan digunakan untuk menentukan mikroorganisme yang mampu merusak sel-sel darah merah yang disebut hemolitik. Media ini digunakan untuk membedakan bakteri yang dapat menghemolisa darah dan yang tidak dapat menghemolisa darah (Gibson, 1996).
9. Identifikasi Bakteri
Untuk mengetahui jenis bakteri dilakukan dengan cara kultur bakteri, morfologi bakteri, dan pengecatan Gram dari penanaman pada media identifikasi yaitu:
a. Kultur Bakteri.
Kultur bakteri adalah pertumbuhan bakteri dari mikroorganisme. Mikroorganisme tumbuh di dalam media yang terdiri dari zat yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab dan menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan. Bahan yang diduga berisi mikroorganisme digoreskan di atas permukaan media kemudian cawan diinkubasi pada temperatur yang sesuai. Setelah itu diamati pertumbuhan bakteri dan morfologi koloni (Gibson, 1994).
b. Morfologi Bakteri.
Untuk mengamati mikroorganisme dapat dilakukan individual maupun secara kelompok dalam bentuk koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk tiap spesies dan bentuk itu merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu. Besar kecilnya koloni, mengkilat tidaknya, halus atau kasarnya permukaan dan warna dari koloni merupakan sifat yang diperlukan untuk identifikasi suatu spesies. Kebanyakan bakteri memiliki warna keputih-putihan, labu, dan kekuning-kuningan atau hampir bening tetapi pada beberapa spesies mempunyai pigmen warna yang lebih tegas. Adanya warna pada mikroorganisme disebabkan karena adanya beberapa faktor lingkungan seperti temperatur, pH, dan oksigen (Lud waluyo, 2004).
c. Pengecatan Gram.
Pengacatan Gram digunakan untuk membedakan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Gram positif berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat (alkohol dan aseton). Sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan ini disebabkan perbedaan struktur kedua kelompok bakteri tersebut (Lay, 1994).
d. Penanaman pada Media Identifikasi
1). KIA (Kliger Iron Agar)
Media ini bentuknya miring, digunakan untuk mempelajari reaksi bakteri terhadap komponen penyusun media, juga digunakan untuk melihat produksi asam atau perubahan warna dari merah menjadi kuning baik pada daerah yang miring (slant) ataupun pada tusukan. Media KIA dapat dipelajari juga reaksi bakteri terhadap gulagula dan kemampuan membentuk H2S yang akan diikat sebagai ferri sulfida yang akan terlihat berwarna hitam.
2). SSS (Semi Solid Sucrose)
Dalam media ini dapat dipelajari motility (pergerakan bakteri), reaksi bakteri terhadap sukrosa. Disamping itu jika sukrosa diganti dengan gula yang lain maka dapat diketahui sifat bakteri terhadap gula tersebut.
3). LIA (Lysine Iron Agar)
Dalam media ini dapat dilihat kelakuan bakteri terhadap lysine dan kemampuan membentuk H2S.
4). MIO (Motility Indol Ornithine)
Dalam media ini dipelajari pergerakan bakteri, kemampuan menghasilkan indol, reaksi pemecahan ornithine (Anonim, 2006).
5). BPAB (Baird Parker Agar Base)
Media BPAB merupakan media selektif untuk identifikasi Staphylococcus aureus. Pada media BPAB Staphylococcus aureus akan berwarna hitam keabuan dengan zona bening disekelilingnya (Bridson, 1998).
e. Uji Koagulase
Staphylococcus aureus mempunyai dua macam koagulase, yaitu :
1) Koagulase terikat atau faktor penjendalan yang terikat pada dinding sel bakteri. Bila suspensi bakteri dicampur dengan plasma maka enzim tersebut dapat mengumpalkan fibrin yang ada di dalam plasma membentuk deposit pada permukaan selnya. Kemampuan ini diduga untuk menghindarkan sel dari serangan sel fagosit hospes. Koagulase ini dapat dideteksi dengan slide test. Tes ini dilakukan untuk uji cepat atau screening.
2) Koagukase bebas adalah enzim ekstraseluler yang juga dapat menjendalkan fibrin. Koagulase ini dapat dideteksi dengan uji tabung yang memberikan hasil lebih baik daripada slide test (Anonim, 2006).