Selasa, 03 Januari 2012

pengukuran kadar abu pada rumput gajah

PENDAHULUAN Latar Belakang Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk). Ilmu yang mempelajari mineral disebut mineralogi. Mineral yaitu 96 unsur kimia yang tercantum dalam table periodik dan semuanya ada kemungkinan untuk menjadi mineral yang penting dalam makanan. Dalam tubuh sebanyak ± 31 mineral telah dijumpai dalam jumlah yang dapat diukur, tetapi hanya 16 yang secara praktis dibutuhkan dalam makanan. 4 unsur yang lain silicon, vanadium, nikel, dan timah mungkin juga esensial. Sebagian besar penelitian dalam bidang ini telah dilakukan dengan menggunakan makanan yang telah dimurnikan yaitu dimana energy, protein, vitamin dan mineral diberikan dalam bentuk yang murni, secraa cukup, kecuali salah satu mineral yang sedang diteliti tidak diberikan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam dedak adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar abu yang terdapat pada dedak. TINJAUAN PUSTAKA Sejak zaman prasejarah, telah ada hubungan yang erat antara ternak dengan manusia. Ternak sekeliling manusia ada yang diberi pakan yang sama dimakan oleh manusia walaupun dalam keadaan mentah, tetapi ada jenis ternak yang diberi pakan yang tidak dimakan oleh manusia, yaitu yang diberi pakan rumput, sisa tanaman, hijauan dan lain-lainnya. (Prawirokusumo, 1994). Pakan ternak yang dari tumbuh-tumbuhan dapat berupa hasil tanaman maupun hasil sisanya misalnya jagung, dedak halus, dan jerami, sedangkan pakan asal hewan lebih banyak dari hasil produksi sisa yang sudah digunakan oleh manusia yaitu misalnya tepung ikan, tepung tulang dan tepung daging, karena didalam tubuh ternak terdiri dari zat-zat gizi, maka ternak memerlukan zat-zat gizi dari luar yang dapat dipakai oleh ternak untuk menjaga kehidupan dan produksi. Zat yang ada dalam pakan dan terdiri atas komposisi kimia yang berguna untuk menunjang kehidupan suatu organisme disebut zat gizi atau nutrient. Zat gizi inilah yang diperlukan oleh ternak, sehingga sesuai dengan umur, besar ukuran, jenis dan tingkat produktifitas suatu ternak terhadap kebutuhan tertentu akan suatu zat gizi (nutrient requirement). Zat gizi suatu pakan dapat diketahui bila dianilisisdengan metode Weend yang disebut analisis proximat. Selama ini telah diketahui beberapa zat gizi yaitu: 1. Air 2. Karbohidrat (zat hidrat arang) 3. Zat yang mengandung nitrogen (Protien dan Nonprotien Nitrogen) 4. Lemak (lipida) 5. Mineral 6. Vitamin (Prawirokusumo, 1994). Untuk dapat hidup ternak memerlukan pakan (feed). Pakan yang terdiri atas bahan pakan (feedstuff) dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ternak ruminansia pada umumnya lebih memerlukan bahan pakan dari tumbuh-tumbuhan. Sedangkan nonruminansia memerlukan bahan pakan dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan, walaupun batasan tersebut tidak selalu demikian. (Prawirokusumo, 1994). Mineral atau zat inorganik sekarang pula disebut abu oleh karena sekumpulan mineral dari bahan nabati atau hewani diperoleh dengan mengabukan bahan tersebut. Oksidasi dari zat-zat menyebabkan mineral yang terikat dengan zat-zat organik tersebut menjadi zat-zat inorganik. Dari, abu masih mungkin didapatkan unsur-unsur karbon (C) dalam bentuk karbohidrat. Lagi pula tidak member kebutuhan tentang perbandingan setiap mineral yang ada di dalamnya (Parakkasi, 1980). Abu yang didapat dalam analisa proksimat adalah bahan permulaan yang digunakan untuk diterminasi mineral. Di samping itu pengabuan basah yaitu dengan menggunakan oksidator kuat, kadang-kadang juga digunakan untuk mendapatkan abu. Kelemahan utama dengan pengabuan kering yaitu dengan menggunakan oven 550 o C, menyebabkan kurangnya mineral- mineral yang volatile pada temperature tinggi. Apabila kadar mineralnya cukup banyak dalam abu, maka analisa secara kimia ataupun kalometrik telah memadai (Tillan, 1984). Kadar mineral atau abu dalam tanaman adalah sangat variable. Komponen abu ada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETN. Kenyatannya, kombinasi unsure-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman yang sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting (Tillan, 1984) Meskipun terdapat dalam sebagian besar tumbuh-tumbuhan dalam jumlah yang relatif kecil, zat-zat mineral adalah esensial untuk pertumbuhan. Telah lama diketahui bahwa fospor, kalium, sulfur, kalsium, ferrum, dan magnesium merupakan zat-zat mineral yang diperlukan. Zat-zat mineral yang digunakan untuk pertumbuhannya (Anggorodi, 1984). Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah abu dalam bahan makanan sangat penting untuk menentukan perhitungan BETN. Kenyataan, kombinasi unsur-unsur mineral dalam bahan makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu atau kombinasi unsure-unsur yang penting. Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks untuk kadar kalsium dan fospor (Santoso, 1987). Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam dedak adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan ( Tillan, 1984). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah dedak. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah silica disk, desikator, tanur, tang penjepit, oven, timbangan analitik. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 7 Desember 2009 dimulai pada pukul 12.25 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. Prosedur kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: Silica disk yang sudah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 150 0C selama 1 jam. Didinginkan didalam desikator selama 1 jam, kemudian di timbang (x gram). Ditimbang contoh bahan 1,5-2 gram (y gram) dan dimasukkan dalam silica disk, di masukkan kedalam tanur pada suhu 600 0C selama lebih dari 12 jam (dipijarkan sampai contoh bahan berwarna putih seluruhnya). Kemudian didinginkan di luar tanur pada tempat yang telah disediakan hingga suhunya turun menjadi ± 120 0C, lalu dimasukka ke dalam desikator selama 1 jam. Sesudah dingin kemudian ditimbang (Z gram). Abunya disimpan untuk penetapan kadar silikat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1. Data hasil penetapan kadar abu Kode Sampel Berat Vochdoss (gram) Berat Sampel (gram) Oven 105 oC (gram) Kadar Lemak (%) 8 10 Dedak Dedak 16,6025 12,1237 2,0002 2,0008 16,7360 12,2574 6,67 6,68 Rata-rata 6,675 Perhitungan: Kode 8. Kadar abu = z - x x 100% y = 16,7360 – 16,6025 x 100% 2,0002 = 6,67% Kode 10. Kadar abu = z – x x 100% y = 12,2574 – 12,1237 x 100% 2,0008 = 6,68% Rata-rata kadar abu = (6,67 + 6,68) % 2 = 6,675% Pembahasan Abu yang didapat dari analisis proksimat adalah bahan permulaan yang digunakan untuk determinasi mineral. Di samping itu pengabuan basah (wet-ashing) yaitu dengan menggunakan oksidator kuat, kadang-kadang juga digunakan untuk mendapatkan abu. Kelemahan yang utama dengan pengabuan secara kering (dry-ashing), yaitu dengan menggunakan oven 550 oC, menyebabkan kurangnya mineral-mineral yang volatile pada temperature tinggi. Apabila kadar mineralnya cukup banyak dalam abu, maka analisa secara kimia ataupun kalorimetrik telah memadai. Untuk unsur-unsur mikro mungkin diperlukan alat-alat dan teknik yang lebih rumit, misalnya spektrokopi absorpasi, kromatografi, bahkan netron aktivasi. Teknik deteksi dan cara pengambilan mineral untuk bahan makanan yang dimurnikan menjadi sangat rumit, sehingga hanya mungkin apabila ada penemuan teknik maupun alat yamg lebih sempurna. Telah lama diketahui, bahwa mineral anorganik mempunyai peranan penting dalam makanan ternak. Zat-zat mineral lebih kurang merupakan 3 sampai 5 persen dari tubuh hewan. Hewan tidak dapatr membuat mineral karenanya harus disediakan dalam makanannya. Mineral tersebut harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Terlalu banyak mineral dapat membahayakan individu. Suatu keuntungan ialah bahwa sebagian besar zat mineral dapat diberikan dalam jumlah besar dalam ransum tanpa menakibatkan kematian, tetapi kesehatan hewan menjadi begitu mundur sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang besar. Zat-zat mineral sebagai suatu golongan dalam bahan makanan atau jaringan hewan ditentukan dengan membakar zat-zat organic dan kemudian menimbang sisanya yang disebut abu. Penentuan demikian tidak menjelaskan apa-apa mengenai zat-zat khusus yang terdapat dalam bahan makanan, dan abunya dapat mengandung karbon yang berasal dari zat-zat organic sebagai karbonat bila terdapat terlalu banyak zat-zat mineral pembentuk basa. Abu hasil pembakaran dapat digunakan sebagai titik tolak untuk determinasi persentase zat-zat tertentu yang terdapat dalam bahan makanan. Zat mineral makro terdiri dari kalsium, magnesium, natrium, dan kalium sebagai kation utama dan fosfor, klor, dan belerang sebagai anion utama. Banyak terjadi hubungan-hubungan yang penting antarea bermacam-macam unsure-unsur anorganik, antara unsur-unsur ini dengan vitamin-vitamin, asam-asam amino, dan zat-zat makanan lainnya. Setiap mineral mempunyai fungsi fisiologi yang bersifat khusus. Meskipun demikian secara umum mineral-mineral tersebut berfungsi sebagai berikut: 1. Sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat. 2. Mempertahankan keadaan kolodial dari beberapa senyawa dalam tubuh. 3. Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh. 4. Sebagai activator sistem enzim tertentu. 5. Sebagai komponen dari suatu sistem enzim. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam rumput. 2. Mineral atau zat inorganik sekarang pula disebut abu oleh karena sekumpulan mineral dari bahan nabati atau hewani diperoleh dengan mengabukan bahan tersebut. 3. Abu yang didapat dari analisis proksimat adalah bahan permulaan yang digunakan untuk determinasi mineral. 4. Kadar abu pada dedak adalah 6,67% dan 6,68%. Saran Agar diperoleh hasil seperti yang diinginkan, maka dibutuhkan ketelitian, karena kesalahan seperti itu bisa mengakibatkan kekeliruan yang fatal. Oleh karena itu, ketelitian dan kecermatan sangat di perlukan dalam hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar